Contoh Penelitian Kualitatif dan Kuantitatif


UPAYA GURU BK DALAM MENINGKATKAN
SELF CONTROL REMAJA
                                                 MA Nurul Azhar Ngawi                 



PROPOSAL PENELITIAN KUALITATIF
















Disusun untuk Memenuhi Tugas Metodologi Penelitian Pendidikan
Dosen Pengampu : ………
Oleh:



………….


JURUSAN BIMBINGAN DAN KONSELING
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI BALIKPAPAN



Tahun 20../20..






I. PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Istilah pubertas atau adolescensia umum di maknai dengan masa remaja, yaitu masa perkembangan sifat tergantung pada (dependence) terhadap orang tua kearah kemandirian (independence), minat-minat seksual, perenungan diri, perhatian pada nilai-nilai estetika dan isu-isu moral. Sedangkan menurut ahli, Harold Alberty (1967:86), remaja adalah masa peralihan antara masa anak dengan masa dewasa yakni berlangsung 11-13 tahun hingga 18-20 tahun menurut umur kalender kelahiran seseorang. Sejauh mana remaja dapat mengamalkan nilai-nilai yang sudah di anutnya serta yang telah dicontohkan kepada mereka? Salah satu tugas perkembangan yang sangat perlu dilakukukan remaja adalah mempelajari apa yang diharapkan oleh kelompoknya kemudian menyesuaikan tingkah lakunya dengan harapan sosial tanpa bimbingan, pengawasan, motivasi, serta ancaman sebagaimana pada waktu kecil.
Ia juga di tuntut untuk mampu mengendalikan tingkah lakunya karena dia bukan lagi tanggung jawabguru, orang tua atau orang lain.

Berdasarkan penelitian empiris yang dilaksanakan Kohlberg pada tahun 1958, sekaligus menjadi disertasi doktornya yang judul “The Developmental of model of moral Think and choice in the years 10 to 16”. Menyebutkan tahap-tahap perkembangan moral pada individu bisa di bagi yaitu sebagai berikut:

1. Tingkat Prakonvensional
Dalam tingkat ini anak tanggap pada aturan-aturan budaya dan terhadap ungkapan-ungkapan budaya mengenai baik atau buruk, benar atau salah. Namun, hal ini semata-mata ditafsirkan dari sudut pandang sebab akibat fisik atau kenikmatan perbuatan (hukuman, keuntungan, pertukaran dan kebaikan).

2. Tingkat Konvensional
Dalam tingkat ini, anak hanya menurut pada harapan keluarga, kelompok ataupun bangsa. Ia memandang bahwa hal tersebut penting bagi dirinya sendiri, tanpa mengindahkan akibat yang segera dan nyata.

3. Tingkat Pasca-konvensional
Dalam tingkatan ini ada usaha yang jelas untuk merumuskan nilai-nilai serta prinsip moral yang dimiliki keabsahan dan dapat diterapkan, lepas dari otoritas kelompok atau orang yang berpegang terhadap prinsip-prinsip tersebut dan terlepas pula dari identifikasi individu sendiri dengan kelompok itu. Piaget mengatakan bahwa masa remaja sudah mencapai tahap pelaksanan formal dalam kemampuan kognitif. Ia dapat mempertimbangkan semua kemungkinan untuk mengatasi suatu problem dari beberapa sudut pandang serta berani mempertanggung jawabkan. Sehingga kohlberg juga berpendapat, perkembangan moral ketiga, moralitas pasca-konvensional harus di gapai selama masa remaja.

Beberapa prinsip di terimanya melalui dua tahap; pertama meyakini kalau dalam keyakinan moral harus ada fleksibilitas sehingga bisa memungkinkan dilakukannya perbaikan dan perubahan standar moral jika menguntungkan semua anggota kelompok; kedua menyesuaikan diri dengan standar sosial serta ideal untuk menjahui hukuman sosial terhadap dirinya pribadi, sehingga perkembangan moralnya tak lagi atas dasar keinginan pribadi, namun mernghormati orang lain.

Tapi, pada kenyataan banyak ditemukan remaja yang belum dapat mencapai tahap pasca-konvensional tersebut, dan pernah juga ditemukan remaja yang baru mencapai tahap prakonvensional.

Fenomena itu banyak dijumpai dalam remaja yang pada umumnya mereka masih duduk di bangku SMA/SMK, seperti:

1.      Berperilaku tidak terpuji, meremehkan peraturan dan disiplin sekolah yang ada
2.      Senang berfoya-foya dan bergerombol/berkelompok
3.      Mentaati peraturan sekolah, karena satu hal, takut pada hukuman

Dan tidak jarang juga kita mendengar/melihat perkelahian,tawuran terjadi antar remaja yang tidak jelas sebabnya. Bahkan perkelahian bisa meningkat menjadi permusuhan kelompok, yang dapat menimbulkan korban pada kedua belah pihak. Jika ditanyakan kepada mereka, apa yang menyebabkan mereka bisa berbuat kekerasan sesama remaja, dan apa masalahnya sehingga peristiwa yang memalukan itu bisa terjadi, banyak yang menjawab bahwa mereka tidak tahu, tidak sadar mengapa mereka secepat itu menjadi marah dan ikut berkelahi.

Fenomena di atas menggambarkan kalau upaya remaja untuk menggapai moralitas dewasa; mengganti konsep moral yang bersifat khusus dengan konsep moral yang bersifat umum, merumuskan konsep yang baru dikembangkan dalam kode moral untuk pedoman tingkah laku, dan mengendalikan tingkah laku pribadi, adalah upaya yang tidak mudah dicapai bagi mayoritas remaja.

Menurut Rice (1999), masa remaja yakni masa peralihan, ketika individu yang mempunyai kematangan. Pada masa tersebut, terdapat dua hal penting yang menyebabkan remaja melakukan pengendalian diri.

Dua hal itu adalah, pertama hal yang bersifat eksternal, yakni adanya perubahan dalam lingkungan. Pada tahap ini, masyarakat dunia sedang mengalami banyak perubahan dengan begitu cepat yang dapat membawa berbagai dampak, baik dampak positif maupun dampak negatif bagi remaja. Kedua adalah hal yang bersifat internal, adalah karakteristik dalam diri remaja yang membuat relatif lebih bergejolak dibanding dengan masa perkembangan lainnya (storm and stress period).

Supaya remaja yang sedang mengalami perubahan cepat di dalam tubuhnya itu dapat menyesuaikan diri dengan keadaan perubahan tersebut, maka berbagai usaha baik dari pihak orang tua, guru maupun orang dewasa lainnya, sangat diperlukan. Salah satu peran konselor yakni sebagai pembimbing dalam tugasnya yaitu mendidik, guru harus membantu murid-muridnya supaya mencapai tahap kedewasaan secara optimal. Maksudnya kedewasaan yang sempurna (sesuai dengan kodrat yang dimiliki murid) Dalam peranan ini guru harus memperhatikan aspek-aspek pribadi pada setiap murid antara lain kematangan, kebutuhan, kemampuan, kecakapannya dan sebagainya supaya mereka dapat mencapai tingkat perkembangan dan kedewasaan yang optimal.

Dalam hal ini di samping orang tua, konselor di sekolah juga memiliki peranan penting dalam membantu remaja untuk mengatasi kesulitanya, keterbukaan hati konselor di dalam membantu kesulitan yang dialami oleh remaja, akan menjadikan remaja sadar akan sikap serta tingkah lakunya yang kurang baik.

Dengan kemampuan pengendalian diri (self control) yang matang, remaja diharapkan bisa mengendalikan dan menahan tingkah laku yang bersifat tidak terpuji dan merugikan orang lain atau mampu mengendalikan serta menahan tingkah laku yang bertentangan pada norma-norma sosial yang berlaku.

Remaja/Murid juga diharapkan bisa mengantisipasi akibat-akibat negatif yang akan terjadi pada masa stroom and stress period. Dari fenomena yang terdapat diatas penulis sangat tertarik untuk meneliti bagaimana pendidikan anak dalam keluarga buruh dengan judul “UPAYA GURU BK DALAM MENINGKATKAN SELF CONTROL REMAJA DI MA Nurul Azhar Ngawi”

B. FOKUS PENELITIAN
Untuk mempermudah penulis untuk menganalisis hasil penelitian, maka Penelitian ini difokuskan terhadap Guru BK dalam rangka meningkatkan Self Control siswa di MA Nurul Azhar Ngawi yang meliputi tujuan, kegiatan sosial dan keagamaan yang dilakukan dalam meningkatkan self control hasil yang digapai, serta faktor pendukung dan penghambat.

C. RUMUSAN MASALAH
Dalam sub penelitian ini pelaku peneliti mengambil rumusan masalah sebagai berikut :
1.      Bagaimanakah Upaya yang dilakukan Guru BK dalam meningkatkan Self Control siswa di MA Nurul Azhar Ngawi?
2.      Hasil apa yang digapai dalam meningkatkan self control siswa di MA Nurul Azhar Ngawi?
3.      Apa faktor saja pendukung dan penghambat terhadap peningkatan Self Control siswa di MA Nurul Azhar Ngawi?

D. TUJUAN PENELITIAN
Berdasar pada latar belakang masalah dan fokus penelitian, maka Tujuan Penelitian yang ingin digapai adalah:
1.      Untuk mendiskripsikan serta menjelaskan upaya-upaya yang dilakukan Guru BK dalam angka meningkatkan self control siswa di MA Nurul Azhar Ngawi.
2.      Untuk mendeskripsikan dan menjelaskan hasil yang diraih dalam meningkatkan self control siswa di MA Nurul Azhar Ngawi.
3.      Untuk mendeskripsikan serta menjelaskan apa faktor pendukung dan penghambat terhadap peningkatan self control siswa di MA Nurul Azhar Ngawi.

E. Manfaat Penelitian
1.      Manfaat teoritis
Penelitian ini diharapkan bisa menunjukkan bahwa konseling yang dilaksanakan oleh Guru BK di MA Nurul Azhar Ngawi dapat membentuk self control siswa.
2.      Manfaat praktis
Penelitian ini bisa berguna sebagai masukan di dalam menentukan kebijakan lebih lanjut bagi MA Nurul Azhar Ngawi mengenai peranan Guru BK dalam membantu siswa siswa untuk membentuk self control yang baik.

II. STUDI KEPUSTAKAAN
Dalam rangka memperkuat masalah yang akan di teliti maka penulis mengadakan telaah pustaka dengan cara mencari serta menemukan teori-teori yang mau di jadikan landasan penelitian, yaitu:
Self Control (kontrol diri) yaitu kemampuan untuk membimbing tingkah laku/etika sendiri; kemampuan untuk membimbing tingkah laku sendiri; kemampuan untuk menekan atau merintangi impuls-impuls atau etika laku impulsif.
Averill (dalam, Herlina Siwi, 2000) Menyebutkan kontrol diri dengan sebutan kontrol personal, yakni terdiri dari tiga jenis kontrol, sebagai berikut:

1.      Behavior Control (kontrol perilaku), yang terdiri dalam dua komponen, adalah kemampuan mengatur pelaksanaan (regulated administration) serta kemampuan memodifikasi stimulus (stimulus modifiability).
2.      Cognitive control (kontrol kognitif), terdiri dari dua komponen, yakni memperoleh informasi (information gain) dan melakukan penilaian (appraisal).
3.      Decisional Control adalah kemampuan seseorang dalam memilih hasil atau suatu tindakan berdasarkan pada sesuatu yang diyakini atau disetujui nya, kontrol diri di dalam menentukan pilihan dapat berfungsi dengan baik, dengan adanya suatu kesempatan, kebebasan atau kemungkinan pada diri individu untuk memilih berbagai kemungkinan tindakan.

Dalam  mengukur kontrol diri dipakai aspek-aspek yakni sebagai berikut:

1.Kemampuan dalam mengontrol tingkahlaku
2.Kemampuan dalam mengontrol stimulus
3.Kemampuan dalam mengantisipasi suatu peristiwa atau kejadian
4.Kemampuan dalam menafsirkan peristiwa atau kejadian.
5.Kemampuan dalam mengambil keputusan.

Tiga langkah orang dewasa untuk membangun kontrol diri pada anak, berikut:
1.      Langkah pertama yakni memperbaiki perilaku anda, sehingga dapat memberi contoh control diri yang baik untuk anak dan menunjukkan bahwa hal tersebut merupakan prioritas utama.
2.      Langkah kedua yaitu membantu anak menumbuhkan sistem regulasi internal sehingga bisa menjadi motivator bagi diri mereka sendiri khususnya.
3.      Langkah ketiga yaitu mengajarkan cara membantu anak menggunakan kontrol diri ketika menghadapi masalah dan stres, mengajarkan untuk berfikir dahulu sebelum bertindak sehingga mereka akan memilih sesuatu yang aman dan baik untuk dirinya maupun orang lain.


III. PROSEDUR PENELITIAN

A.  Metode dan Alasan Menggunakan Metode
Pada  penelitian ini digunakan Metodologi dengan pendekatan kualitatif, yang mempunyai karakteristik alami (natural setting) sebagai sumber data langsung, deskriptif, proses lebih dipentingkan dari pada hasil, analisis dalam penelitian kualitatif cenderung dilakukan secara analisa induktif serta makna merupakan hal yang esensial.

Terdapat 6 (enam) macam metodologi penelitian yang menggunakan pendekatan kualitatif, yakni: etnografis, studi kasus, grounded theory, interaktif, partisipatories, serta penelitian tindakan kelas.

Dalam hal ini penelitian yang digunakan yakni penelitian studi kasus (case study), yaitu: suatu penelitian yang dilaksanakan untuk mempelajari secara intensif tentang latar belakang keadaan sekarang, serta interaksi lingkungan suatu unit sosial: individu, kelompok, lembaga, atau masyarakat.
B. Tempat Penelitian
Penelitian ini berlokasi di MA Nurul Azhar Ngawi karena di dasarkan pada beberapa pertimbangan:

MA adalah Sekolah Menengah Atas yang mempunyai konotasi perilaku yang tidak begitu baik menurut pandangan masyarakat. sehingga Konselor di MA sangat berperan dalam memantau penyimpangan perilaku para siswa.

C. Instrumen Penelitian
Pada penelitian ini, yang menjadi instrumen utama adalah peneliti sendiri.

D. Sampel Sumber Data
Sumber data utama dalam penelitian ini yaitu kata-kata dan tindakan, selebihnya adalah tambahan, seperti dokumen dan lainnya. Dengan demikian sumber data dalam penelitian ini berupa kata-kata dan tindakan sebagai sumber utama, sedangkan sumber data tertulis, foto dan catatan tertulis adalah sumber data tambahan.

E. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah wawancara, observasi serta dokumentasi. Sebab bagi peneliti kualitatif fenomena dapat di mengerti maksudnya secara baik, jika dilakukan interaksi dengan subyek melalui wawancara mendalam dan observasi pada latar, dimana fenomena tersebut terjadi, di samping itu untuk melengkapi data diperlukan dokumentasi (tentang bahan-bahan yang ditulis oleh atau tentang subyek).

Wawancara yaitu percakapan dengan maksud tertentu. Maksud digunakannya wawancara antara lain:
a)      mengkonstruksi mengenai orang, kejadian, kegiatan organisasi, perasaan, motivasi, tuntutan, kepedulian dan lain-lain,
b)      mengkonstruksikan kebulatan-kebulatan demikian yang dialami masa lalu.
Pada penelitian ini teknik wawancara yang digunakan peneliti adalah wawancara mendalam maksudnya peneliti mengajukan beberapa pertanyaan secara mendalam yang berhubungan dengan fokus permasalahan. Sehingga data-data yang dibutuhkan dalam penelitian bisa terkumpul secara maksimal sedangkan subjek peneliti dengan teknik Purposive Sampling yakni pengambilan sampel bertujuan, sehingga memenuhi kepentingan peneliti.

Mengenai  jumlah informan yang diambil terdiri dari:

1.Kepala Sekolah MA Nurul Azhar Ngawi;
2.Guru Bimbingan dan Konseling MA Nurul Azhar Ngawi;
3.Seluruh Wali Kelas MA Nurul Azhar Ngawi

Teknik Observasi, dalam penelitian kualitatif observasi diklarifikasikan menurut 3 cara. Pertama, pengamat bisa bertindak sebagai partisipan atau nonpartisipan. Kedua, observasi dapat dilaksankan secara terus terang atau penyamaran. Ketiga, observasi yang menyangkut latar penelitian dan dalam penelitian ini menggunakan teknik observasi yang pertama di mana pengamat bertindak sebagai partisipan.

Teknik Dokumentasi, menggunakan teknik ini untuk mengumpulkan data dari sumber non insani, sumber ini terdiri dari dokumen dan rekaman. “Rekaman” sebagai setiap tulisan/pernyataan yang dipersiapkan oleh atau untuk individual atau kelompok dengan tujuan membuktikan adanya suatu peristiwa. Sedangkan “Dokumen” digunakan untuk mengacu atau bukan selain pada rekaman, yakni tidak dipersiapkan secara khusus untuk tujuan tertentu, seperti: surat-surat, buku harian, catatan khusus, foto-foto dan lain sebagainya.

F. Teknik Analisis Data
Setelah semua data terkumpul, maka langkah selanjutnya adalah pengelolahan dan analisa data. Yang di maksud dengan analisis data ialah proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, dan dokumentasi, dengan cara mengorganisasikan data ke dalam kategori, menjabarkannya kedalam unit-unit, melakukan sintesa, menyusunnya ke dalam pola, memilih mana yang penting dan akan dipelajari, serta membuat kesimpulan sehingga mudah dipahami oleh dirinya sendiri atau orang lain.

Analisis data dalam penelitian ini menggunakan analisis data kualitatif, jadi dalam analisis data selama di lapangan peneliti menggunakan model spradley, yaitu tehnik analisa data yang di sesuaikan dengan tahapan dalam penelitian, adalah:

a)      Dalam tahap penjelajahan dengan teknik pengumpulan data grand tour question, yaitu pertama dengan memilih situasi sosial (place, actor, activity),
b)      Kemudian setelah memasuki lapangan, dimulai dengan menetapkan seorang informan “key informant” yang merupakan informan, berwibawa dan dipercaya dapat “membukakan pintu” kepada peneliti untuk memasuki obyek penelitian.

Kemudian peneliti melakukan wawancara kepada informan tersebut, dan mencatat hasil wawancara yang dilakukan. Setelah itu perhatian peneliti pada obyek penelitian dan memulai untuk mengajukan pertanyaan deskriptif, dilanjutkan dengan analisis terhadap hasil wawancara. Berdasarkan hasil dari analisis wawancara berikutnya peneliti melakukan analisis domain.

c)      Dalam tahap menentukan fokus (dilakukan dengan observasi terfokus) analisa data dilakukan menggunakan analisis taksonomi.
d)      Dalam tahap selection (dilakukan dengan cara observasi terseleksi) kemudian peneliti mengajukan pertanyaan kontras, yang dilakukan dengan analisis komponensial.
e)      Hasil dari analisis komponensial, melalui analisis tema peneliti menemukan tema-tema budaya. Berdasar pada temuan tersebut, selanjutnya peneliti menuliskan laporan penelitian kualitatif.

DAFTAR PUSTAKA
Borba, Michele. Membangun Kecerdasan Moral; Tujuh Kebajikan Utama Agar Anak
Bermoral Tinggi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2008.
Ghufron, M. Nur. ” Hubungan Kontrol diri, persepsi remaja terhadap penerapan disiplin orang tua dengan prokrastinasi akademik.” Tesis Ilmu Psikologi UGM Yogyakarta, 2003. http://www.damandiri.or.id/file/mnurgufronugmbab2.pdf
Gunarsa, D. Singgih. Bunga rampai Psikologi Perkembangan; Dari anak sampai usia lanjut. Jakarta: Gunung Mulia, 2006.
Moleong, Lexy. Metodologi Penelitian Kualitatif . Bandung: PT. Remaja Rosda Karya, 2002.
Sugiyono, Metodologi Penelitian kuantitatif kualitatif dan R & D Bandung: Alfabeta, 2006.



PROPOSAL METODOLOGI PENELITIAN KUANTITATIF

HUBUNGAN ANTARA EMOSI DENGAN MOTIVASI BELAJAR SISWA



























OLEH
SILVANA MUFIDA
13610010




PRODI PSIKOLOGI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN BUDAYA
UNIVERSITAS GAJAYANA MALANG











BAB I

Kewajiban seorang siswa yang utama tentunya adalah belajar, kegiatan belajar harus dilakukan secara terus menerus agar siswa tersebut bisa menjadi siswa yang berprestasi. Termasuk pula dengan keponakan saya yang  berusia 9 tahun, dan masih duduk di kelas tiga sekolah dasar, ia belajar hampir setiap hari. Ketika ibunya menyuruhnya belajar tetapi saat itu ia sedang sedih atau marah karena sesuatu ia hanya belajar sekitar 15 menit saja, dan ia hanya membolak-balik bukunya tanpa membaca atau mengerjakan soal dengan serius. Tetapi berbeda saat ia sedang merasa senang di hari itu, ia akan belajar dengan sendirinya tanpa perintah dari orang tuanya, dan ia bisa belajar selama lebih dari 1 jam. Ia juga bisa mengerjakan banyak soal dan membaca beberapa buku jika hatinya sedang merasa senang.

Banyak siswa yang memilki prestasi yang memuaskan karena adanya faktor yang mendorong seorang siswa ini berprestasi. Manusia akan berbuat sesuatu jika ada faktor pendorong yang menunjang manusia ini untuk melakukan hal tersebut. Keadaan di dalam diri individu sendiri akan mempengaruhi proses belajarnya. Meskipun faktor lingkungan memiliki peranan penting dalam kesuksesan seseorang dalam proses belajar, faktor internal individu pun juga memiliki peranan yang sama besarnya dengan peranan lingkungannya.

Belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang relatif menetap, baik yang diamati maupun tidak dapat diamati secara langsung, yang terjadi sebagai suatu hasil latihan atau pengalaman dalam interaksinya dengan lingkungan. Beberapa tokoh juga mendefinisikan belajar, diantaranya adalah Hilgard dan Bower, dalam buku Theories of Learning (1975) mengemukakan. “Belajar berhubungan dengan perubahan tingkah laku seseoramg terhadap sesuatu situasi tertentu yang disebabkan oleh pengalamannya yang berulang-ulang dalam situasi itu, dimana perubahan tingkah laku itu tidak dapat dijelaskan atau dasar kecenderungan respon pembawaan, kematangan, atau keadaan-keadaan sesaat seseorang (misalnya, kelelahan, pengaruh obat, dan sebagainya). Sementara pendapat dari Witherington, dalam buku Educational Psychology mengemukakan. “Belajar adalah suatu perubahan di dalam kepribadian yang menyatakan diri sebagai suatu pola baru daripada reaksi yang berupa kecakapan, sikap, kebiasaan, kepandaian, atau suatu pengertian”.

Belajar sebagai proses atau aktivitas disyaratkan oleh banyak sekali hal-hal atau faktor-faktor. Faktor-faktor yang mempengaruhi belajar itu banyak sekali macamnya, terlalu banyak untuk disebutkan satu persatu. Sehingga faktor-faktor yang mempengaruhi belajar dapat diklasfikasikan sebagai berikut:
a.       Faktor yang berasal dari luar diri individu (eksternal).
·         Faktor-faktor non-sosial, contohnya: Keadaan udara, suhu udara, cuaca, waktu (pagi, siang, atau malam), tempat, alat-alat untuk belajar (alat tulis, buku, dll)
·         Faktor-faktor sosial: adalah faktor manusia (sesama manusia), baik manusia itu ada (hadir) maupun kehadirannya itu dapat disimpulkan, jadi tidak langsung hadir, contohnya: kehadiran orang lain yang tiba-tiba datang saat sedang belajar, banyak orang yang berbicara dengan keras saat belajar, beberapa orang hilir mudik didepan kita saat belajar, suara lagu yang kemudian terdengar saat kita belajar.

b.      Faktor-faktor yang berasal dari dalam diri individu (internal)
·         Faktor-faktor fisiologis, contohnya tonus jasmani pada umumnya (keadaan jasmani yang melatarbelakangi aktivitas belajar, contohnya: nutrisi tubuh, penyakit yang diderita), keadaan fungsi-fungsi fisiologis tertentu (fungsi-fungsi organ tubuh yang berpengaruh dalam belajar, contoh: mata, telinga, tangan).
·         Faktor-faktor psikologis, yaitu hal-hal yang mendorong terjadinya proses belajar itu sendiri, contohnya: adanya sifat ingin tahu dan ingin menyelidiki yang lebih luas, adanya sifat kreatif yang ada pada manusia dan keinginan untuk maju, adanya keinginan untuk mendapat simpati orang lain, adanya keinginan untuk memperbaiki kegagalan, adanya ganjaran atau hukuman sebagai akhir dari proses belajar.

Keadaan emosi disaat kita belajar memungkinkan kita bisa atau tidak menjalankan proses belajar tersebut. Sebagian orang melakukan aktivitasnya jika sedang memiliki emosi yang baik, sehingga orang tersebut bisa maksimal dalam melakukan pekerjaannya. Begitu pula dengan siswa, mereka bisa melakukan aktivitas belajar yang maksimal jika mereka memiliki emosi yang mendukung mereka untuk belajar, keadaan emosi juga menjadi motivasi mereka untuk belajar. Karena bahwa semua emosi menurut Goleman pada dasarnya adalah dorongan untuk bertindak. Jadi berbagai macam emosi itu mendorong individu untuk memberikan respon atau bertingkah laku terhadap stimulus yang ada. Bagaimanakah hubungan antara emosi dan motivasi siswa ini lah yang menjadi alasan dilaksanakannya penelitian ini.

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana hubungan antara emosi dengan motivasi belajar siswa?

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara emosi dengan motivasi  belajar siswa.

Dari penelitian yang dilakukan diharapkan peneliti dan pembaca bisa memahami bagaimana hubungan antara emosi dengan motivasi belajar siswa

BAB II

Perbuatan atau perilaku kita sehari-hari pada umumnya disertai oleh perasaan-perasaan tertentu, seperti perasaan senang. Perasaan senang atau tidak senang yang terlalui menyertai perbuatan-perbuatan kita sehari-hari disebut warna efektif. Warna efektif ini kadang-kadang kuat, kadang-kadang lemah, atau kadang-kadang tidak jelas (samar-samar). Dalam warna efektif tersebut kuat, maka perasaan-perasaan menjadi lebih mendalam, lebih luas, dan lebih terarah. Perasaan-perasaan seperti ini disebut emosi (Sarlito, 1982:59). Di samping perasaan senang atau tidak senang, beberapa contoh macam emosi yang lain adalah, cinta, marah, takut, cemas dan benci.

Kata emosi berasal dari bahasa latin, yaitu emovere, yang berarti bergerak menjauh. Arti kata ini menyiratkan bahwa kecenderungan bertindak merupakan hal mutlak dalam emosi. Menurut Daniel Goleman (2002 : 411) emosi merujuk pada suatu perasaan dan pikiran yang khas, suatu keadaan biologis dan psikologis dan serangkaian kecenderungan untuk bertindak. Emosi pada dasarnya adalah dorongan untuk bertindak.

Biasanya emosi merupakan reaksi terhadap rangsangan dari luar dan dalam diri individu. Sebagai contoh emosi gembira mendorong perubahan suasana hati seseorang, sehingga secara fisiologi terlihat tertawa, emosi sedih mendorong seseorang berperilaku menangis. Emosi berkaitan dengan perubahan fisiologis dan berbagai pikiran. Jadi, emosi merupakan salah satu aspek penting dalam kehidupan manusia, karena emosi dapat menjadi motivator perilaku dalam arti meningkatkan, tapi juga dapat mengganggu perilaku intensional manusia. (Prawitasari,1995).

Beberapa tokoh mengemukakan tentang macam – macam emosi antara lain Descrates, JB Waston dan Daniel Goleman.

1.      Menurut Descrates, emosi terbagi atas :
a)      Desire              : hasrat
b)      Hate                : benci
c)      Sorrow            : sedih / duka
d)      Wonder            : heran
e)      Love                : cinta
f)       Joy                   : kegembiraan

2.      Menutur JB Waston, emosi terbagi menjadi tiga yaitu :
a)      Fear                 : ketakutan
b)      Rage                : kemarahan.
c)      Love                 : cinta

3.      Menurut Daniel Goleman, dia mengemukakan bahwa emosi terdiri dari :
a)      Amarah            : beringas, mengamuk, benci, jengkel, kesal hati
b)      Kesedihan       : pedih, sedih, muram, suram, melankolis, mengasihi diri, putus asa
c)      Rasa takut       : cemas, gugup, khawatir, was-was, waspada, tidak tenang, ngeri
d)      Kenikmatan     : bahagia, gembira, riang, puas, senang, terhibur, bangga
e)      Cinta                : penerimaan, persahabatan, kepercayaan, kebaikan hati, rasa dekat,  bakti, hormat,  dan kemesraan
f)       Terkejut           : terkesiap, terkejut
g)      Jengkel             : hina, jijik, muak, mual, tidak suka
h)      Malu                : malu hati, kesal

4.      Sementara menurut Zulfan Saam, emosi dasar digolongkan menjadi empat golongan yakni:
a)      Emosi senang adalah gambaran rasa senang yang dialami seseorang. Emosi  senang ini terdiri dari misalnya: gembira, bahagia, cinta, suka, riang, sayang takjub, kagum, dan damai.
b)      Emosi sedih adalah gambaran rasa tidak senang yang dialami seseorang. Emosi Ini seperti: pilu, duka, lara, kecewa, hampa, merana, putus asa, galau, gundah,  frustasi, dan rindu.
c)      Emosi takut adalah gambaran rasa tidak senang yang dialami seseorang , baik terhadap objek dari luar diri maupun dari dalam diri orang tersebut. Objek dari luar diri misalnya: takut pada pencuri, takut pada harimau, dan perampok. Sedang kan rasa takut yang objeknya dalam diri orang tersebut misalnya: takut tidak lulus, takut berbuat salah, dan sebagainya.
d)      Emosi marah merupakan gambaran perasaan terhadap sesuatu objek seperti peristiwa, perilaku orang, hubungan sosial, dan keadaan lingkungan.

Motivasi berasal dari kata “motif” yang diartikan sebagai “daya penggerak yang telah menjadi aktif” (Sardiman,2001: 71). Pendapat lain juga mengatakan bahwa motivasi adalah “keadaan dalam diri seseorang yang mendorongnya untuk melakukan kegiatan untuk mencapai tujuan” (Soeharto dkk, 2003 : 110). Sedangkan Definisi Motivasi Belajar Siswa – Dalam buku psikologi pendidikan Drs. M. Dalyono memaparkan bahwa “motivasi adalah daya penggerak/pendorong untuk melakukan sesuatu pekerjaan, yang bisa berasal dari dalam diri dan juga dari luar” (Dalyono, 2005: 55).
Dalam bukunya Ngalim Purwanto, Sartain mengatakan bahwa motivasi adalah suatu pernyataan yang kompleks di dalam suatu organisme yang mengarahkan tingkah laku terhadap suatu tujuan (goal) atau perangsang (incentive). Tujuan adalah yang membatasi/menentukan tingkah laku organisme itu (Ngalim Purwanto, 2007 : 61). Dengan demikian motivasi dalam proses pembelajaran sangat dibutuhkan untuk terjadinya percepatan dalam mencapai tujuan pendidikan dan pembelajaran secara khusus.

Berbicara tentang jenis dan macam motivasi dapat dilihat dari berbagai sudut pandang. Sardiman mengatakan bahwa motivasi itu sangat bervariasi yaitu:
a)      Motivasi dilihat dari dasar pembentukannya
·         Motif-motif bawaan adalah motif yang dibawa sejak lahir
·         Motif-motif yang dipelajari artinya motif yang timbul karena dipelajari.

b)      Motivasi menurut pembagiaan dari woodworth dan marquis dalam sardiman:
·         Motif atau kebutuhan organismisalnya, kebutuhan minum, makan, bernafas, seksual, dan lain-lain.
·         Motif-motif darurat misalnya, menyelamatkan diri, dorongan untuk membalas, dan sebagainya.
·         Motif-motif objektif

c)      Motivasi jasmani dan rohani
·         Motivasi jasmani, seperti, rileks, insting otomatis, napas dan sebagainya.
·         Motivasi rohani, seperti kemauan atau minat.

d)      Motivasi intrisik dan ekstrinsik
·         Motivasi instrisik adalah motif-motif yang terjadi aktif atau berfungsi tidak perlu diransang dari luar, karena dalam diri setiap individu sudah ada dorongan untuk melakukan sesuatu.
·         Motivasi ekstrinsik adalah motif-motif yang aktif dan berfungsi karena adanya peransang dari luar. (Sardiman, 1996: 90).

Pendapat lain mengemukakan bahwa dua jenis motivasi yaitu sebagai berikut:
“Motivasi primer”, adalah motivasi yang didasarkan atas motif-motif dasar. Motivasi skunder, adalah yang dipelajari” (Dimyanti dan Mudjiono, 1999:88).

Adanya berbagai jenis motivasi di atas, memberikan suatu gambaran tentang motif-motif yang ada pada setiap individu. Adapun motivasi yang berkaitan dengan mata pelajaran, misalnya pada mata pelajaran Bahasa Inggris adalah motivasi ekstrinsik, dimana motivasi ini membutuhkan ransangan atau dorongan dari luar misalnya, media, baik media visual, audio, maupun audio visual serta buku-buku yang dapat menimbulkan dan memberikan inspirasi dan ransangan dalam belajar.

Dimyanti dan Mudjiono mengemukakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi motivasi belajar antara lain:
a.       Cita-cita / aspirasi siswa
b.      Kemampuan siswa
c.       Kondisi siswa dan lingkungan
d.      Unsur-unsur dinamis dalam belajar.
e.       Upaya guru dalam membelajarkan siswa. (Dimyati dan Mudjiono, 1999 : 100)

Adapun penjelasan faktor tersebut adalah:
a.       Cita-cita / aspirasi
Cita-cita merupakan satu kata tertanam dalam jiwa seorang individu. Cita-cita merupakan angan-angan yang ada di imajinasi seorang individu, dimana cita-cita tersebut dapat dicapai akan memberikan suatu kemungkinan tersendiri pada individu tersebut. Adanya cita-cita juga diiringi oleh perkembangan dan pertumbuhan keperibadian individu yang akan menimbulkan motivasi yang besar untuk meraih cita-cita atau kegiatan yang diinginkan.

b.      Kemampuan siswa
Kemampuan dan kecakapan setiap individu akan memperkuat adanya motivasi. kemampuan yang dimaksud adalah kemampuan membaca, memahami sehingga dorongan yang ada pada diri individu akan makin tinggi.

c.       Kondisi siswa dan lingkungan
Kondisis siwa adalah kondisi rohani dan jasmani. Apabila kondisi stabil dan sehat maka motivasi siswa akan bertambah dan prestasinya akan meningkat. Begitu juga  dengan kondisi lingkungan siswa (keluarga dan masyarakat) mendukung, maka motivasi pasti ada dan tidak akan menghilang.

d.      Unsur dinamis dan pengajaran
Dinamis artinya seorang individu dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan sekitar, tempat dimana seorang individu akan memperoleh pengalaman.

e.       Upaya guru dalam pengajaran siswa
Guru adalah seorang sosok yang dikagumi dan insan yangt mempunyai peranan penting dalam dunia pendidikan. Seorang guru dituntut untuk profesional dan memiliki keterampilan sehingga bisa meningkatkan motivasi siswanya.

Para ahli yang menekuni bidang psikoanalisa percaya bahwa emosi merupakan representasi dari ketidaksadaran. Emosi atau afek dalam istilah psikoanalisa merupakan mekanisme mengontrol semua aspek perilaku manusia. Emosi dipercaya sangat dekat berhubungan dengan dorongan atau motif.  Untuk mencapai rasa aman dan survival, seseorang dilahirkan dengan kapasitas untuk merasa cemas.Untuk pembiakan, seseorang dilahirkan dengan kapasitas untuk merasakan hasrat seksual dan kasih sayang.Untuk menghindari situasi tanpa harapan, seseorang dilahirkan dengan kapasitas untuk merasa tertekan dan menarik diri. Dengan kata lain, emosi adalah cara bagaimana kebutuhan seorang manusia di penuhi. Kebutuhan untuk dilindungi, aman, berkuasa, mengontrol, tertarik, dan otonomi diri dipenuhi melalui emosi-emosi yang muncul. Misalnya kebutuhan berkuasa memunculkan rasa sombong dan bangga jika sudah berkuasa. Jika belum berkuasa, mucullah rasa was-was atau terancam pihak yang berkuasa, yang oleh karenanya mendorong untuk jadi berkuasa.
Sistem motivasional manusia dipercaya menunjukkan dirinya melalui emosi. Pada saat sebuah emosi muncul, itulah tanda bahwa motivasi tertentu menjadi aktif pada saat itu. Misalnya kita merasa lapar, ketika kita menemukan makanan, muncullah emosi tertentu yang menunjukkan aksesibilitas terhadap makanan itu. Jika makanan itu berbau dan berbelatung, mungkin muncul rasa jijik sehingga kita tidak mau memakannya .Jika makanan itu dimakan, muncullah emosi lega kita mungkin tidak menyadari dorongan, motif atau motivasi kita dalam suatu saat. Namun demikian adalah nyata bahwa hal-hal tersebut mempengaruhi emosi kita .
 Emosi itu sendiri merupakan motivator utama manusia dalam menjalani hidup. Manusia selalu berupaya memaksimalkan emosi-emosi yang menyenangkan dan meminimalkan emosi-emosi yang tidak menyenangkan. Hampir semua kegiatan yang dilakukan manusia dalam rangka itu. Meskipun tentu saja tidak selalu berhasil. Namun pasti, itulah yang dilakukan semua orang. Orang bekerja adalah dalam rangka mendapatkan emosi yang lebih menyenangkan. Orang berharap lebih bahagia jika berhasil melakukannya. Ratusan bahkan mungkin ribuan kata kata keseharian kita menunjukkan motif kita.seperti kebutuhan, tujuan, hasrat, keinginan, ambisi, harapan, lapar, haus, cinta bahkan balas dendam. Sejak jaman kuno, motivasi dikenal sebagai  penentu penting  emosi yang tercermin pada tingkah laku.
Begitu halnya dengan belajar, seseorang akan melakukan proses belajar maka akan timbul emosi terhadap apa yang akan ia pelajari. Jika emosi tersebut adalah emosi yang menyenangkan maka akan timbul keinginan atau untuk melakukan kegiatan belajar, tetapi jika emosi tersebut adalah emosi yang tidak menyenangkan, maka keinginan atau dorongan untuk belajar akan berkurang atau mungkin saja bisa hilang.

BAB III

Dari judul penelitian “Hubungan antara Emosi dengan Motivasi Belajar Siswa”, jenis variabel penelitian dapat diuraikan sebagai berikut:
a. Variabel Bebas (x)  : emosi
b. Variabel Terikat (y) : motivasi belajar     

·         Emosi adalah suatu perasaan dan pikiran yang khas, yaitu suatu keadaan biologis dan psikologis yang merupakan serangkaian kecenderungan untuk bertindak. Emosi pada dasarnya adalah dorongan untuk bertindak.
·         Motivasi adalah keadaan dalam diri seseorang yang mendorongnya untuk melakukan kegiatan untuk mencapai tujuan (Soeharto dkk, 2003 : 110). Sedangkan motivasi belajar adalah  keadaan di dalam diri seseorang untuk melakukan proses perubahan tingkah laku baik yang bisa diamati secara langsung maupun secara tidak langsung.

Populasi adalah sekelompok subjek yang digunakan dalam suatu penelitian. Untuk penelitian ini akan mengambil subjek siswa SD di kelurahan Merjosari, Lowokwaru Malang.
2.      Sampel
Sampel adalah sebagian dari populasi yang digunakan dalam penelitian atau objek yang digunakan sebagai sumber data. Sampel dari penelitian ini adalah siswa SD kelas III-VI di SDN. Merjosari 1 Malang dengan jumlah sampel adalah 120 siswa, setiap kelas hanya diambil sampel sebanyak 40 siswa.
Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik  random sampling, dengan cara mengambil acak siswa dari kelas III-VI di SDN. Merjosari 1 Malang.

Untuk prosedur penelitian dalam penelitian yang saya lakukan adalah sebagai berikut:
1.      Menyusun skala psikologi yang memuat 15 item pertanyaan berdasarkan pembagian jenis-jenis emosi menurut pendapat Guleman yang dihubungkan dengan motivasi belajar.
2.      Menguji skala psikologi tersebut terhadap 4 siswa yang terdiri dari siswa SD kelas III-VI. Setelah skala tersebut memenuhi syarat validitas dan reliabilitas, skala tersebut akan diujikan pada subjek penelitian.
3.      Melakukan kunjungan terlebih dahulu ke SDN. Merjosari 1 Malang untuk melihat kondisi subjek yang akan diteliti dan meminta kerja sama dari pihak sekolah.
4.      Menentukan waktu yang tepat untuk melakukan penelitian dengan pihak sekolah.
5.      Di waktu pelaksanaan penelitian, skala psikologi diberikan pada masing-masing kelas, setelah satu kelas itu selesai baru akan dilanjutkan dengan kelas yang lain.
6.      Untuk pelaksanaan tes, administrasi tes akan dibantu dua guru untuk mengkondisikan siswa.
7.      Pelaksaanaan tes dimulai dengan memberikan instruksi pada siswa untuk menyiapkan alat tulis yang digunakan untuk menjawab pertanyaan yang sudah disediakan.
8.      Sebelum tes berlangsung, siswa akan diberi tahu sekilas tentang isi skala tersebut.
9.      Saat tes berlangsung, siswa akan dipantau dengan cara berkeliling kelas untuk melihat kondisi subjek dan menjelaskan kembali jika subjek masih bingung dengan pelaksanaan tes tersebut.

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer, yaitu data yang diperoleh langsung dari sumber data. Data penelitian ini akan diambil dengan cara menggunakan skala psikologi kepada subjek penelitian.

Teknik menganalisis data yang sudah diperoleh menggunakan analisis statistik inferensial. Statistik inferensial ini adalah cara menganalisis yang datanya berasal dari sampel yang mewakili populasi, statistik inferensial digunakan untuk menganalisis data yang terdiri dari dua variabel atau lebih. Jenis statistik inferensial yang digunakan adalah uji hubungan/uji korelasi. Uji hubungan/uji korelasi bertujuan untuk mengukur kekuatan hubungan antara dua variabel. Uji korelasi yang digunakan adalah milik Karl Pearson, yang biasa disebut dengan The Product Moment Coefficient Correlation.
Kuat lemah hubungan antara dua variabel diukur menggunakan jarak 0 sampai dengan 1. Jika koefisien korelasi ditemukan +1, maka hubungan tersebut disebut dengan korelasi sempurna atau hubungan linear sempurna dengan kemiringan (slope) positif. Sebaliknya, jika koefisien korelasi ditemukan -1, maka hubungan tersebut disebut dengan korelasi sempurna atau hubungan linear sempurna dengan kemiringan (slope) negatif. Jika terdapat korelasi sempurna tidak perlu lagi menguji signifikansi antar dua variabel, karena dua variabel diartikan memiliki hubungan yang sangat kuat.
Untuk memudahkan menginterpretasikan data yang diperoleh, Sarwono memberikan kriteria sebagai berikut:

1.      Koefisien korelasi 0                 = tidak ada korelasi antara dua variabel.
2.      Koefisien korelasi 0 – 0,25      = korelasi sangat lemah.
3.      Koefisien korelasi 0,25 – 0,5   = korelasi cukup.
4.      Koefisien korelasi 0,5 – 0,75   = korelasi kuat
5.      Koefisen korelasi 0,75 – 0,99  = korelasi sangat kuat.
6.      Koefisien korelasi 1                 = korelasi sempurna.


DAFTAR PUSTAKA

Baku, Abu. 2012. Pengertian dan Macam Emosi. 
Haryanto. 2009. Pengertian Emosi. ----------- , diakses pada 22 Mei 2014 13.20
Rahma, Sasena. 2012. Motivasi, Emosi, dan Motivasi Belajar.
Sarwono, Jonathan.----------- Korelasi. http://jonathansarwono.info/korelasi/korelasi.html, diakses pada 13 Juni 2014 07.15
Taufikudin. 2013. Pengertian Motivasi Siswa Menurut Para Ahli. http://taufikudin.wordpress.com/2013/01/10/pengertian-motivasi-belajar-siswa-menurut-para-ahli-definisi/, diakses pada 22 Mei  2014 13.30



Pada proposal penelitian TKB, menggunakan metode kuantitatif dengan Teknik Pengumpulan data survey, dengan menyebarkan kuesioner yang disebarkan dengan pengambilan sampel stratified purpose sampling.



Comments