TEKNIK PENGUMPULAN DATA
Dalam penelitian,
teknik pengumpulan data merupakan faktor penting demi keberhasilan penelitian.
Hal ini berkaitan dengan bagaimana cara mengumpulkan data, siapa sumbernya, dan
apa alat yang digunakan.
Jenis sumber data
adalah mengenai dari mana data diperoleh. Apakah data diperoleh dari sumber
langsung (data primer) atau data diperoleh dari sumber tidak langsung (data
sekunder).
Metode Pengumpulan
Data merupakan teknik atau cara yang dilakukan untuk mengumpulkan data. Metode
menunjuk suatu cara sehingga dapat diperlihatkan penggunaannya melalui angket,
wawancara, pengamatan, tes, dkoumentasi dan sebagainya.
Sedangkan Instrumen
Pengumpul Data merupakan alat yang digunakan untuk mengumpulkan data.
Karena berupa alat, maka instrumen dapat berupa lembar cek list, kuesioner
(angket terbuka / tertutup), pedoman wawancara, cameraphoto dan lainnya.
Adapun tiga teknik
pengumpulan data yang biasa digunakan adalah angket, observasi dan wawancara.
A. Angket (Kuesioner)
Angket / kuesioner
adalah teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara memberikan
seperangkat pertanyaan atau pernyataan kepada orang lain yang dijadikan
responden untuk dijawabnya.
Meskipun terlihat
mudah, teknik pengumpulan data melalui angket cukup sulit dilakukan jika
respondennya cukup besar dan tersebar di berbagai wilayah.
Beberapa hal yang
perlu diperhatikan dalam penyusunan angket menurut Uma Sekaran (dalam Sugiyono,
2007:163) terkait dengan prinsip penulisan angket, prinsip pengukuran dan
penampilan fisik.
1. Prinsip Penulisan angket menyangkut beberapa faktor antara
lain :
§
Isi dan tujuan pertanyaan artinya
jika isi pertanyaan ditujukan untuk mengukur maka harus ada skala yang jelas
dalam pilihan jawaban.
§
Bahasa yang digunakan harus
disesuaikan dengan kemampuan responden. Tidak mungkin menggunakan bahasa yang
penuh istilah-istilah bahasa Inggris pada responden yang tidak mengerti bahasa
Inggris, dsb.
§
Tipe dan bentuk pertanyaan apakah
terbuka atau terturup. Jika terbuka artinya jawaban yang diberikan adalah
bebas, sedangkan jika pernyataan tertutup maka responden hanya diminta untuk
memilih jawaban yang disediakan.
Contoh :
Terbuka : Berapa
Kali Anda Ke Kampus ? …………………
Tertutup : berapa
kali anda ke kekampus ? (a). 1 – 2 (b). 3 – 5 dst
§
Pertanyaan tidak mendua artinya
pertanyaan tidak mengandung dua arti yang akan menyulitkan responden.
Contohnya
:
bagaimana
pendapat anda tentang kondisi kelas dan kemampuan guru menjelaskan pelajaran di
kelas ?
Jika
pertanyan mendua seperti ini sebaiknya dipecah menjadi dua pertanyaan.
§
Tidak menanyakan yang sudah lupa
atau tidak menggunakan pertanyaan yang menyebabkan responden berpikir keras
Contohnya
:
Pertanyaan keadaan
perusahaan 10 tahun lalu ?
Umumnya
pertanyaan seperti ini akan menyebabkan responden berpikir keras untuk
mengingat-ingat kondisi yang terjadi di masa lalu.
§
Pertanyaan tidak menggiring
responden.
Contohnya :
Apakah anda
setuju jika kesejahteraan karyawan ditingkatkan ?
jawabannya
sudah pasti iya
Atau
pertanyan seperti
Perlukah diambil
tindakan tegas pada aparat hukum yang melakukan korupsi ?
§ Pertanyaan tidak boleh tertalu panjang atau terlalu banyak.
Kalo terlalu panjang atau tertalu banyak akan menyebabkan responden merasa
jenuh untuk mengisinya.
§ Urutan pertanyaan dimulai dari yang umum sampai ke spesifik,
atau dari yang mudah menuju ke yang sulit, atau di acak.
B. Observasi
Untuk
teknik yang satu ini merupakan sebuah teknik yang dilakukan dengan cara
mengamati secara langsung suatu keadaan atau pun situasi dari sebuah subjek
penelitian.
Untuk
data dari hasil observasi ini sendiri tak hanya dilihat dari sikap subjek
penelitian itu saja, akan tetapi ada pula berbagai macam faktor yang harus Anda
perhatikan. Dengan berbagai macam teknik
yang ada di dalamnya, bisa dikatakan bahwa untuk metode pengumpulan data yang
satu ini cukup kompleks. Hal tersebut karena tidak hanya terfokus pada
satu fenomena saja, namun juga dengan beberapa fenomena lainnya.
Nah,
untuk teknik pengumpulan data observasi yang satu ini lebih cocok jika
digunakan untuk beberapa penelitian yang berkaitan dengan perilaku manusia,
gejala alam dan lain sebagainya. Selain itu, metode yang satu ini juga pas untuk digunakan dalam
mencari data yang mana subjek penelitiannya tidaklah terlalu besar, jadi bisa
dikatakan bahwa subjek penelitiannya lebih spesifik.
Teknik
dari pengumpulan data itu sendiri ternyata dibagi menjadi dua bagian. Yakni
teknik participant observation serta non participant observation. Di bawah ini
akan dipaparkan mengenai penjelasan dari kedua teknik observation tersebut.
- Participant Observation
Yang
dimaksud dengan participant observation itu sendiri adalah sebuah teknik
pengumpulan data yang mana sang peneliti terlibat secara langsung dengan
kehidupan dari subjek penelitian. Peneliti akan ikut serta merasakan secara
langsung keadaan dan situasi dari sebuah subjek penelitian.
Jadi,
peneliti tidak hanya mengamati dari jauh saja. Untuk teknik yang satu ini
sangat tepat digunakan untuk sebuah penelitian yang berkaitan dengan hubungan
sosial antara masyarakat. Tidak sedikit dari para peneliti yang menggunakan
teknik satu ini untuk bisa mendapatkan beberapa data yang lebih valid.
Keuntungan
dari teknik participant observation adalah peneliti dapat merasakan secara
langsung serta bisa mengartikan subjek yang diteliti secara lebih jelas. Ini
karena, terkadang sesuatu hal yang dilihat tidaklah selalu sama dengan apa yang
dirasakan.
- Non Participant Observation
Cukup
berbeda dengan teknik penelitian sebelumnya, untuk teknik pengumpulan data satu
ini peneliti tidak ikut terjun langsung ke lapangan untuk melakukan sebuah
penelitian. Artinya, sang peneliti hanya mengamati objek yang ditelitinya saja.
Kedua
teknik penelitian tersebut tentu saja memiliki kelebihan masing-masing jika
ditempatkan pada tempatnya. Jadi, jika Anda bisa menggunakan teknik yang benar
dalam melakukan sebuah penelitian baik itu terjun langsung ke lapangan atau
hanya mengamati saja, itu bukan menjadi masalah selama Anda bisa menggunakan
teknik yang benar untuk sebuah penelitian.
Alat
yang digunakan dalam teknik observasi ini antara lain : lembar cek list, buku
catatan, kamera photo, dll.
C. Wawancara
Wawancara menurut Nazir (1988) adalah proses memperoleh keterangan
untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab sambil bertatap muka antara si
penanya atau pewawancara dengan si penjawab atau responden dengan menggunakan
alat yang dinamakan interview guide (panduan wawancara). Walaupun wawancara
adalah proses percakapan yang berbentuk tanya jawab dengan tatap muka,
wawancara adalah suatu proses pengumpulan data untuk suatu penelitian. Beberapa
hal dapat membedakan wawancara dengan percakapan sehari-hari adalah antara
lain:
§ Pewawancara dan responden biasanya belum saling kenal-mengenal
sebelumnya.
§ Responden selalu menjawab pertanyaan.
§ Pewawancara selalu bertanya.
§ Pewawancara tidak menjuruskan pertanyaan kepada suatu jawaban,
tetapi harus selalu bersifat netral.
§ Pertanyaan yang ditanyakan mengikuti panduan yang telah dibuat
sebelumnya.
§ Pertanyaan panduan ini dinamakan interview guide.
Wawancara digunakan oleh peneliti dalam mengumpulkan data apabila
peneliti ingin melakukan studi pendahuluan untuk menemukan
permasalahan-permasalahan yang harus diteliti. Selain itu wawancara juga
digunakan apabila peneliti ingin mengetahui hal-hal dari responden yang lebih
mendalam dan jumlah respondenya sedikit/kecil.
Untuk melakukan wawancara, ada anggapan yang harus atau perlu
dipegang yaitu:
§ Bahawa subyek atau responden adalah yang paling tau tentang
dirinya sendiri.
§ Bahwa yang idinyatakan oleh subyek kepada peneliti adalah hal yang
sebenar-benarnya.
§ Bahwa
interpretasi subyek tentang pertanyaan-pertanyaan yang diajukan peneliti
kepadanya adalah sama dengan apa yang dimasksud oleh peneliti.
Wawancara
dapat dilakukan dengan berbagai cara. Wawancara juga dapat dibendakan menjadi
wawancara terstruktur dan wawancara tidak terstruktur.
A. Wawancara Terstruktur
Wawancara
terstruktur lebih sering digunakan dalam penelitian survey atau penelitian kuantitatif,
walaupun dalam beberapa situasi, wawancara tersetruktur juga dalam penelitian
kualitatif. Wawancara bentuk ini sangat terkesan seperti interogasi karena
sangat kaku, dan pertukaran informasi antara peneliti dengan subyek yang
diteliti sangat minim. Dalam melakukan wawancara tersetruktur, fungsi peneliti
sebagian besar hanya mengajukan pertanyaan dan subyek penelitian hanya bertugas
menjawab pertanyaan saja. Terlihat adanya garis yang tegas antara peneliti
dengan subyek penelitian. Selam proses wawancara harus sesuai dengan pedoman
wawancara (guideline interview) yang telah dipersiapkan. Beberapa ciri-ciri
wawancara terstruktur adalah sebagai berikut:
1. Daftar pertanyaan dan kategori jawaban
terlah dipersiapkan
Dalam
wawancara tersetruktur, daftar pertanyaan sudah tertulis dalam form pertanyaan
serta dengan kategori jawaban yang telah disediakan. Biasanya dalam bentuk
pedoman wawancara. Peneliti hanya tinggal membacakan pertanyaan yang telah
tertulis, sementara subyek penelitian hanya tinggal menjawab sesuai dengan
jawaban yang telah disediakan.
2. Kecepatan wawancara
terkendali
Karena
jumlah pertanyaan dan jumlah pilihan jawaban sudah tersedia,dan kemungkinan
jawaban yang akan diperoleh sudah dapat diperediksi, tentu saja waktu dan
kecepatan wawancara dapat terkendali dan telah diperhitungkan sebelumnya oleh
peneliti. Peneliti dapat melakukan simulasi terlebih dahulu sebelum melakukan
wawancara, dan mencatat waktu yang dibutuhkan selama wawancara tersebut.
3. Tidak ada fleksibilitas
(pertanyaan atau jawaban)
Fleksibilitas
terhadap pertanyaan atau jawaban hamper tidak ada. Peneliti tidak perlu lagi
membuat pertanyaan lain dalam proses wawancara karena semua pertanyaan yang
dibuat sudah disimulasikan terlebih dahulu dan biasanya sudah “fix” ketika
turun kelapanga. Begitu juga dengan jawaban.
4. Mengikuti Pedoman/Guideline
Wawancara (dalam urutan pertanyaan, penggunaan kata dan kalimat, pilihan
jawaban dan tidak improvisasi)
Pedoman
wawancara mencakup serangkaian pertanyaan beserta urutannya yang telah diatur
dan disesuaikan dengan alur pembicaraan. Tidak diperkenankan menggunakan Bahasa
atau kata-kata yang tidak tertulis dalam pedoman wawancara.
5. Tujuan wawancara biasanya
untuk mendapatkan penjelasan tentang suatu fenomena
Wawancara
tersetruktur biasanya digunakan dalam rangka untuk mendapatkan penjelasan saja
dari suatu fenomena atau kejadian, dan bukan tujuan untuk memahami fenomena
tersebut. Karena alasan tersbut biasanya wawancara terstruktur lebih sering
digunakan dalam penelitian survey atau kuantitatif ketimbang penelitian
kualitatif walaupun wawancara tersetruktur juga bias digunakan dalam penelitian
kualitatif.
Dalam
melakukan wawancara, selain harus membawa instrumen sebagai pedoman untuk
wawancar, maka pengumpulan data juga dapat melengkapi diri dengan menggunakan
alat-alat bantu seperti tape recorder, gambar, brosur dan atau material
material lain yang dibutuhkan.
B. Wawacara Tidak Terstruktur
Jenis
wawancara yang ketiga adalah wawancara tidak tersetruktur. Hampir mirip dengan
bentuk wawancara semi tersetruktur, hanya saja wawancara semi tersetruktur
memiliki kelonggaran dalam banyak hal termasuk dalam pedoman wawancara. Salah
satu kelemahan wawancara tidak tersetruktur adalah pembicaraan akan mudah
menjadi “ngalor-ngidul” dengan batasan yang kurang tegas. Untuk sebuah
penelitian kualitatif, kami tidak menyarankan untuk menggunakan wawancara jenis
wawancara tidak tersetruktur karena kurang terfokus pada apa yang akan digali.
Penggalian akan bersifat meluas, bukan mendala. Wawancara tidak tersetruktur
lebih tepat digunakan dalam konteks wawancara santai dengan tujuan yang tidak
terlalu terfokus, konteks talk-show, kontek seminar atau kualiah umum, dan
konteks lainnya yang bertujuan untuk mencari keluasan bahasam. Wawancara
tidak tersetruktur memiliki ciri-ciri seperti dibawah ini.
1. Pertanyaan yang diajukan
bersifat sangat terbuka, jawaban subyek bersifat meluas dan bervariasi
Peneleliti
dapat berimprovisasi sebebas-bebasnya dalam bertanya dengan membentuk
pertanyaan yang sangat terbuka, hampir tidak ada pedoman yang digunakan sebagai
kontrol. Demikian pula pada halnya dengan jawaban dan subyek/interviewee, dapat
sangat luas bervariasi. Batasan pertanyaan pun tidak tegas sehingga sangat
memungkinkan pembicaraan akan meluas.
2. Kecepatan
wawancara sulit diprediksi
Layaknya
mengobrol santai, kecepatan waktu wawancara lebih sulit diprediksi karena
sangat tergantung dari alur pembicaraan yang kontrolnya sangat fleksibel dan
lunak. Akhir dari wawancara tidak terstruktur juga terkadang tidak mendapatkan
kesimpulan yang cukup jelas dan mengrucut.
3. Sangat Fleksibel ( dalam hal
pertanyaan maupun jawaban)
Pertanyaan
yang diajukan oleh peneliti/interviewer dan jawaban yang diperoleh dari subyek
penelitian/interviewee sangat fleksibel. Bahkan terkesan seperti ngobrol santai
“ngalor-ngidul”. Jika peneliti yang memilih bentuk wawancara ini belum
berpengalaman atau yang memiliki jam terbang yang kurang, maka akan mengalami
kedala dalam merumuskan tema serta menarik kesimpulan wawancara. Maka
dari itu jika peneliti masih belum cukup pengalaman sebaiknya tidak menggunakan
bentuk wawancara tidak terstruktur.
4. Pedoman wawancara (guideline
interview) sangat longgar urutan pertanyaan, penggunaan kata, alur pembicaraan,
dan lain sebagainya.
Hampir
sama seperti wawancara semi tersetruktur, dalam wawancara tidak terstruktur
pedoman wawancara tetap masih diperlukan. Hanya saja, wawancara semi
terstruktur, masih terdapat tema-tema yang dibuat sebagai kontrol atau
pembicaraan yang mengacu pada satu tema sentral, pada pedoman wawancara tidak
terstruktur tidak terdapat topik-topik yang mengatur alur pembicaraan, tetapi
hanya terdapat tema sentral saja yang digunakan peneliti/interviewer sebagai
kontrol alur pembicaraan selama wawancara berlangsung.
5. Tujuan wawancara adalah
untuk mengetahui suatu fenomena
Dalam
hal tujuan, terdapat kesamaan dengan wawancara semi terstruktur yaitu untuk
memahami suatu fenomena, hanya dalam kedalaman pembahasan dan pengendalian data
tidak seakurat wawancara semi terstruktur sehingga bentuk wawancara semi
terstruktur kurang sesuai untuk digunakan dalam penelitian kualitatif.
Contoh Wawancara
Berikut ini adalah contoh wawancara
dengan pedagang :
TOPIK :
Harga - harga barang menjelang Ramadhan
NARASUMBER (N) : Bapak Hasan, Pemilik Kios "MAJU"
Pasar Karanganyar
PEWAWANCARA (W) : Rudi, Wartawan TV "X"
W :
Sebulan menjelang lebaran, bagaimana suplai pengiriman bahan pokok, apakah
lancara atau sering telat?
N :
Sebagian besar lancar mas, terutama untuk sirup, gula, roti kaleng. Hanya
beberapa yang telat, seperti beras dan cabai.
W :
Bagaimana dengan minyak goreng pak?
N :
Untuk beberapa merk tetap lancar. Hanya yang curah agak tersendat. Minggu
kemarin barang kosong hingga 2 hari
W :
sudah mulai terasa kenaikan harga barang - barang pokok?
N :
Kenaikan harga barang pokok sudah mulai sejak bulan kemarin. Walaupun ada juga
yang turun walaupun tidak banyak
W :
Bagaimana reaksi konsumen saat mengetahui terjadi kenaikan harga?
N :
Ya seperti biasa mas. Ada yang ngomel - ngomel, tapi ada juga yang diam saja
W :
Apakah kenaikan harga dan tersendatnya suplai barang mempengaruhi jumlah
penjualan bapak?
N :
Tidak terlalu berpengaruh, selisihnya sedikit sekali
W :
Biasanya menjelang Ramadhan, kapan puncak kenaikan harga terjadi?
N :
Biasanya menjelang ramadhan harga mulai merangkak naik, dan akan terus naik
sampai setelah lebaran
W :
Setiap tahun selalu terjadi seperti itu?
N :
Iya mas
W :
Kan sering diadakan operasi pasar oleh pejabat pemerintah, apakah itu
berpengaruh?
N :
Tidak. Hanya turun saat ada kunjungan, setelah itu harga naik lagi
seperti biasa.
W :
Baiklah pak, terima kasih atas waktunya. Semoga dagangannya selalu laris ya pak
N :
Sama - sama mas. terima kasih doanya.
http://www.karyatulisku.com/2016/04/teknik-pengumpulan-data-wawancara.html
https://www.slideshare.net/irasafaghira/lampiran-3-angket-instrumen-penelitian
http://lidyahanings.blogspot.com/2015/04/contoh-pengumpulan-data-dengan-wawancara.html
Comments
Post a Comment