UPAYA
GURU BK DALAM MENINGKATKAN
SELF
CONTROL REMAJA
MA
Nurul Azhar Ngawi
PROPOSAL
PENELITIAN KUALITATIF
Disusun
untuk Memenuhi Tugas Metodologi Penelitian Pendidikan
Dosen
Pengampu : ………
Oleh:
………….
JURUSAN
BIMBINGAN DAN KONSELING
FAKULTAS
ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS
NEGERI BALIKPAPAN
Tahun 20../20..
I. PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
Istilah
pubertas atau adolescensia umum di maknai dengan masa remaja,
yaitu masa perkembangan sifat tergantung pada (dependence) terhadap orang tua
kearah kemandirian (independence), minat-minat seksual, perenungan diri,
perhatian pada nilai-nilai estetika dan isu-isu moral. Sedangkan menurut ahli,
Harold Alberty (1967:86), remaja adalah masa peralihan antara masa anak dengan
masa dewasa yakni berlangsung 11-13 tahun hingga 18-20 tahun menurut umur
kalender kelahiran seseorang. Sejauh mana remaja dapat mengamalkan nilai-nilai
yang sudah di anutnya serta yang telah dicontohkan kepada mereka? Salah satu
tugas perkembangan yang sangat perlu dilakukukan remaja adalah mempelajari apa
yang diharapkan oleh kelompoknya kemudian menyesuaikan tingkah lakunya dengan
harapan sosial tanpa bimbingan, pengawasan, motivasi, serta ancaman sebagaimana
pada waktu kecil.
Ia juga di tuntut untuk mampu mengendalikan tingkah lakunya karena dia bukan lagi tanggung jawabguru, orang tua atau orang lain.
Ia juga di tuntut untuk mampu mengendalikan tingkah lakunya karena dia bukan lagi tanggung jawabguru, orang tua atau orang lain.
Berdasarkan
penelitian empiris yang dilaksanakan Kohlberg pada tahun 1958, sekaligus
menjadi disertasi doktornya yang judul “The Developmental of model of moral
Think and choice in the years 10 to 16”. Menyebutkan tahap-tahap perkembangan
moral pada individu bisa di bagi yaitu sebagai berikut:
1. Tingkat Prakonvensional
Dalam
tingkat ini anak tanggap pada aturan-aturan budaya dan terhadap ungkapan-ungkapan
budaya mengenai baik atau buruk, benar atau salah. Namun, hal ini semata-mata
ditafsirkan dari sudut pandang sebab akibat fisik atau kenikmatan perbuatan
(hukuman, keuntungan, pertukaran dan kebaikan).
2. Tingkat Konvensional
Dalam
tingkat ini, anak hanya menurut pada harapan keluarga, kelompok ataupun bangsa.
Ia memandang bahwa hal tersebut penting bagi dirinya sendiri, tanpa
mengindahkan akibat yang segera dan nyata.
3. Tingkat Pasca-konvensional
Dalam
tingkatan ini ada usaha yang jelas untuk merumuskan nilai-nilai serta prinsip
moral yang dimiliki keabsahan dan dapat diterapkan, lepas dari otoritas
kelompok atau orang yang berpegang terhadap prinsip-prinsip tersebut dan
terlepas pula dari identifikasi individu sendiri dengan kelompok itu. Piaget
mengatakan bahwa masa remaja sudah mencapai tahap pelaksanan formal dalam
kemampuan kognitif. Ia dapat mempertimbangkan semua kemungkinan untuk mengatasi
suatu problem dari beberapa sudut pandang serta berani mempertanggung jawabkan.
Sehingga kohlberg juga berpendapat, perkembangan moral ketiga, moralitas
pasca-konvensional harus di gapai selama masa remaja.
Beberapa
prinsip di terimanya melalui dua tahap; pertama meyakini kalau dalam keyakinan
moral harus ada fleksibilitas sehingga bisa memungkinkan dilakukannya perbaikan
dan perubahan standar moral jika menguntungkan semua anggota kelompok; kedua
menyesuaikan diri dengan standar sosial serta ideal untuk menjahui hukuman
sosial terhadap dirinya pribadi, sehingga perkembangan moralnya tak lagi atas
dasar keinginan pribadi, namun mernghormati orang lain.
Tapi,
pada kenyataan banyak ditemukan remaja yang belum dapat mencapai tahap
pasca-konvensional tersebut, dan pernah juga ditemukan remaja yang baru
mencapai tahap prakonvensional.
Fenomena itu banyak dijumpai dalam remaja yang pada umumnya mereka masih duduk di bangku SMA/SMK, seperti:
Fenomena itu banyak dijumpai dalam remaja yang pada umumnya mereka masih duduk di bangku SMA/SMK, seperti:
1. Berperilaku
tidak terpuji, meremehkan peraturan dan disiplin sekolah yang ada
2. Senang
berfoya-foya dan bergerombol/berkelompok
3. Mentaati
peraturan sekolah, karena satu hal, takut pada hukuman
Dan
tidak jarang juga kita mendengar/melihat perkelahian,tawuran terjadi antar
remaja yang tidak jelas sebabnya. Bahkan perkelahian bisa meningkat menjadi
permusuhan kelompok, yang dapat menimbulkan korban pada kedua belah pihak. Jika
ditanyakan kepada mereka, apa yang menyebabkan mereka bisa berbuat kekerasan
sesama remaja, dan apa masalahnya sehingga peristiwa yang memalukan itu bisa
terjadi, banyak yang menjawab bahwa mereka tidak tahu, tidak sadar mengapa
mereka secepat itu menjadi marah dan ikut berkelahi.
Fenomena
di atas menggambarkan kalau upaya remaja untuk menggapai moralitas dewasa;
mengganti konsep moral yang bersifat khusus dengan konsep moral yang bersifat
umum, merumuskan konsep yang baru dikembangkan dalam kode moral untuk pedoman
tingkah laku, dan mengendalikan tingkah laku pribadi, adalah upaya yang tidak
mudah dicapai bagi mayoritas remaja.
Menurut
Rice (1999), masa remaja yakni masa peralihan,
ketika individu yang mempunyai kematangan. Pada masa tersebut, terdapat dua hal
penting yang menyebabkan remaja melakukan pengendalian diri.
Dua
hal itu adalah, pertama hal yang bersifat eksternal, yakni adanya perubahan
dalam lingkungan. Pada tahap ini, masyarakat dunia sedang mengalami banyak
perubahan dengan begitu cepat yang dapat membawa berbagai dampak, baik dampak
positif maupun dampak negatif bagi remaja. Kedua adalah hal yang bersifat
internal, adalah karakteristik dalam diri remaja yang membuat relatif lebih
bergejolak dibanding dengan masa perkembangan lainnya (storm and stress
period).
Supaya
remaja yang sedang mengalami perubahan cepat di dalam tubuhnya itu dapat
menyesuaikan diri dengan keadaan perubahan tersebut, maka berbagai usaha baik
dari pihak orang tua, guru maupun orang dewasa lainnya, sangat diperlukan. Salah
satu peran konselor yakni sebagai pembimbing dalam tugasnya yaitu mendidik,
guru harus membantu murid-muridnya supaya mencapai tahap kedewasaan secara
optimal. Maksudnya kedewasaan yang sempurna (sesuai dengan kodrat yang dimiliki
murid) Dalam peranan ini guru harus memperhatikan aspek-aspek pribadi pada
setiap murid antara lain kematangan, kebutuhan, kemampuan, kecakapannya dan
sebagainya supaya mereka dapat mencapai tingkat perkembangan dan kedewasaan
yang optimal.
Dalam
hal ini di samping orang tua, konselor di sekolah juga memiliki peranan penting
dalam membantu remaja untuk mengatasi kesulitanya, keterbukaan hati konselor di
dalam membantu kesulitan yang dialami oleh remaja, akan menjadikan remaja sadar
akan sikap serta tingkah lakunya yang kurang baik.
Dengan
kemampuan pengendalian diri (self control) yang matang, remaja diharapkan bisa
mengendalikan dan menahan tingkah laku yang bersifat tidak terpuji dan
merugikan orang lain atau mampu mengendalikan serta menahan tingkah laku yang
bertentangan pada norma-norma sosial yang berlaku.
Remaja/Murid
juga diharapkan bisa mengantisipasi akibat-akibat negatif yang akan terjadi
pada masa stroom and stress period. Dari fenomena yang terdapat diatas penulis
sangat tertarik untuk meneliti bagaimana pendidikan anak dalam keluarga buruh
dengan judul “UPAYA GURU BK DALAM MENINGKATKAN SELF CONTROL REMAJA DI MA Nurul
Azhar Ngawi”
B. FOKUS
PENELITIAN
Untuk
mempermudah penulis untuk menganalisis hasil penelitian, maka Penelitian ini difokuskan
terhadap Guru BK dalam rangka meningkatkan Self Control siswa di MA Nurul Azhar
Ngawi yang meliputi tujuan, kegiatan sosial dan keagamaan yang dilakukan dalam
meningkatkan self control hasil yang digapai, serta faktor pendukung dan
penghambat.
C. RUMUSAN MASALAH
Dalam
sub penelitian ini pelaku peneliti mengambil rumusan masalah sebagai berikut :
1. Bagaimanakah
Upaya yang dilakukan Guru BK dalam meningkatkan Self Control siswa di MA Nurul
Azhar Ngawi?
2. Hasil
apa yang digapai dalam meningkatkan self control siswa di MA Nurul Azhar Ngawi?
3. Apa
faktor saja pendukung dan penghambat terhadap peningkatan Self Control siswa di
MA Nurul Azhar Ngawi?
D. TUJUAN PENELITIAN
Berdasar
pada latar belakang masalah dan fokus penelitian, maka Tujuan Penelitian yang
ingin digapai adalah:
1. Untuk
mendiskripsikan serta menjelaskan upaya-upaya yang dilakukan Guru BK dalam
angka meningkatkan self control siswa di MA Nurul Azhar Ngawi.
2. Untuk
mendeskripsikan dan menjelaskan hasil yang diraih dalam meningkatkan self
control siswa di MA Nurul Azhar Ngawi.
3. Untuk
mendeskripsikan serta menjelaskan apa faktor pendukung dan penghambat terhadap
peningkatan self control siswa di MA Nurul Azhar Ngawi.
E.
Manfaat Penelitian
1. Manfaat
teoritis
Penelitian ini diharapkan bisa menunjukkan bahwa
konseling yang dilaksanakan oleh Guru BK di MA Nurul Azhar Ngawi dapat
membentuk self control siswa.
2. Manfaat
praktis
Penelitian ini bisa berguna sebagai masukan di
dalam menentukan kebijakan lebih lanjut bagi MA Nurul Azhar Ngawi mengenai
peranan Guru BK dalam membantu siswa siswa untuk membentuk self control yang
baik.
II. STUDI KEPUSTAKAAN
Dalam rangka memperkuat masalah yang akan di teliti
maka penulis mengadakan telaah pustaka dengan cara mencari serta menemukan
teori-teori yang mau di jadikan landasan penelitian, yaitu:
Self Control (kontrol diri) yaitu kemampuan untuk
membimbing tingkah laku/etika sendiri; kemampuan untuk membimbing tingkah laku
sendiri; kemampuan untuk menekan atau merintangi impuls-impuls atau etika laku
impulsif.
Averill (dalam, Herlina Siwi, 2000) Menyebutkan
kontrol diri dengan sebutan kontrol personal, yakni terdiri dari tiga jenis
kontrol, sebagai berikut:
1. Behavior
Control (kontrol perilaku), yang terdiri dalam dua komponen, adalah kemampuan
mengatur pelaksanaan (regulated administration) serta kemampuan memodifikasi
stimulus (stimulus modifiability).
2. Cognitive
control (kontrol kognitif), terdiri dari dua komponen, yakni memperoleh
informasi (information gain) dan melakukan penilaian (appraisal).
3. Decisional
Control adalah kemampuan seseorang dalam memilih hasil atau suatu tindakan
berdasarkan pada sesuatu yang diyakini atau disetujui nya, kontrol diri di
dalam menentukan pilihan dapat berfungsi dengan baik, dengan adanya suatu
kesempatan, kebebasan atau kemungkinan pada diri individu untuk memilih
berbagai kemungkinan tindakan.
Dalam
mengukur kontrol diri dipakai aspek-aspek yakni sebagai berikut:
1.Kemampuan dalam mengontrol tingkahlaku
1.Kemampuan dalam mengontrol tingkahlaku
2.Kemampuan
dalam mengontrol stimulus
3.Kemampuan
dalam mengantisipasi suatu peristiwa atau kejadian
4.Kemampuan
dalam menafsirkan peristiwa atau kejadian.
5.Kemampuan
dalam mengambil keputusan.
Tiga langkah orang dewasa untuk membangun kontrol diri pada anak, berikut:
1. Langkah
pertama yakni memperbaiki perilaku anda, sehingga dapat memberi contoh control
diri yang baik untuk anak dan menunjukkan bahwa hal tersebut merupakan
prioritas utama.
2. Langkah
kedua yaitu membantu anak menumbuhkan sistem regulasi internal sehingga bisa
menjadi motivator bagi diri mereka sendiri khususnya.
3. Langkah
ketiga yaitu mengajarkan cara membantu anak menggunakan kontrol diri ketika
menghadapi masalah dan stres, mengajarkan untuk berfikir dahulu sebelum
bertindak sehingga mereka akan memilih sesuatu yang aman dan baik untuk dirinya
maupun orang lain.
III. PROSEDUR PENELITIAN
A. Metode
dan Alasan Menggunakan Metode
Pada
penelitian ini digunakan Metodologi dengan pendekatan kualitatif, yang
mempunyai karakteristik alami (natural setting) sebagai sumber data langsung,
deskriptif, proses lebih dipentingkan dari pada hasil, analisis dalam
penelitian kualitatif cenderung dilakukan secara analisa induktif serta makna
merupakan hal yang esensial.
Terdapat 6 (enam) macam metodologi penelitian yang menggunakan pendekatan kualitatif, yakni: etnografis, studi kasus, grounded theory, interaktif, partisipatories, serta penelitian tindakan kelas.
Dalam hal ini penelitian yang digunakan yakni penelitian studi kasus (case study), yaitu: suatu penelitian yang dilaksanakan untuk mempelajari secara intensif tentang latar belakang keadaan sekarang, serta interaksi lingkungan suatu unit sosial: individu, kelompok, lembaga, atau masyarakat.
B.
Tempat Penelitian
Penelitian
ini berlokasi di MA Nurul Azhar Ngawi karena di dasarkan pada beberapa
pertimbangan:
MA adalah Sekolah Menengah Atas yang mempunyai konotasi perilaku yang tidak begitu baik menurut pandangan masyarakat. sehingga Konselor di MA sangat berperan dalam memantau penyimpangan perilaku para siswa.
C. Instrumen Penelitian
Pada
penelitian ini, yang menjadi instrumen utama adalah peneliti sendiri.
D. Sampel Sumber Data
Sumber
data utama dalam penelitian ini yaitu kata-kata dan tindakan, selebihnya adalah
tambahan, seperti dokumen dan lainnya. Dengan demikian sumber data dalam
penelitian ini berupa kata-kata dan tindakan sebagai sumber utama, sedangkan
sumber data tertulis, foto dan catatan tertulis adalah sumber data tambahan.
E. Teknik Pengumpulan Data
Teknik
pengumpulan data dalam penelitian ini adalah wawancara, observasi serta
dokumentasi. Sebab bagi peneliti kualitatif fenomena dapat di mengerti
maksudnya secara baik, jika dilakukan interaksi dengan subyek melalui wawancara
mendalam dan observasi pada latar, dimana fenomena tersebut terjadi, di samping
itu untuk melengkapi data diperlukan dokumentasi (tentang bahan-bahan yang
ditulis oleh atau tentang subyek).
Wawancara yaitu percakapan dengan maksud tertentu. Maksud digunakannya wawancara antara lain:
Wawancara yaitu percakapan dengan maksud tertentu. Maksud digunakannya wawancara antara lain:
a) mengkonstruksi
mengenai orang, kejadian, kegiatan organisasi, perasaan, motivasi, tuntutan,
kepedulian dan lain-lain,
b) mengkonstruksikan
kebulatan-kebulatan demikian yang dialami masa lalu.
Pada penelitian ini teknik wawancara yang digunakan peneliti adalah wawancara mendalam maksudnya peneliti mengajukan beberapa pertanyaan secara mendalam yang berhubungan dengan fokus permasalahan. Sehingga data-data yang dibutuhkan dalam penelitian bisa terkumpul secara maksimal sedangkan subjek peneliti dengan teknik Purposive Sampling yakni pengambilan sampel bertujuan, sehingga memenuhi kepentingan peneliti.
Pada penelitian ini teknik wawancara yang digunakan peneliti adalah wawancara mendalam maksudnya peneliti mengajukan beberapa pertanyaan secara mendalam yang berhubungan dengan fokus permasalahan. Sehingga data-data yang dibutuhkan dalam penelitian bisa terkumpul secara maksimal sedangkan subjek peneliti dengan teknik Purposive Sampling yakni pengambilan sampel bertujuan, sehingga memenuhi kepentingan peneliti.
Mengenai
jumlah informan yang diambil terdiri dari:
1.Kepala Sekolah MA Nurul Azhar Ngawi;
2.Guru
Bimbingan dan Konseling MA Nurul Azhar Ngawi;
3.Seluruh
Wali Kelas MA Nurul Azhar Ngawi
Teknik
Observasi, dalam penelitian kualitatif observasi diklarifikasikan menurut 3
cara. Pertama, pengamat bisa bertindak sebagai partisipan atau nonpartisipan.
Kedua, observasi dapat dilaksankan secara terus terang atau penyamaran. Ketiga,
observasi yang menyangkut latar penelitian dan dalam penelitian ini menggunakan
teknik observasi yang pertama di mana pengamat bertindak sebagai partisipan.
Teknik
Dokumentasi, menggunakan teknik ini untuk mengumpulkan data dari sumber non
insani, sumber ini terdiri dari dokumen dan rekaman. “Rekaman” sebagai setiap
tulisan/pernyataan yang dipersiapkan oleh atau untuk individual atau kelompok
dengan tujuan membuktikan adanya suatu peristiwa. Sedangkan “Dokumen” digunakan
untuk mengacu atau bukan selain pada rekaman, yakni tidak dipersiapkan secara
khusus untuk tujuan tertentu, seperti: surat-surat, buku harian, catatan
khusus, foto-foto dan lain sebagainya.
F. Teknik Analisis Data
F. Teknik Analisis Data
Setelah
semua data terkumpul, maka langkah selanjutnya adalah pengelolahan dan analisa
data. Yang di maksud dengan analisis data ialah proses mencari dan menyusun
secara sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan,
dan dokumentasi, dengan cara mengorganisasikan data ke dalam kategori,
menjabarkannya kedalam unit-unit, melakukan sintesa, menyusunnya ke dalam pola,
memilih mana yang penting dan akan dipelajari, serta membuat kesimpulan
sehingga mudah dipahami oleh dirinya sendiri atau orang lain.
Analisis
data dalam penelitian ini menggunakan analisis data kualitatif, jadi dalam
analisis data selama di lapangan peneliti menggunakan model spradley, yaitu
tehnik analisa data yang di sesuaikan dengan tahapan dalam penelitian, adalah:
a) Dalam
tahap penjelajahan dengan teknik pengumpulan data grand tour question, yaitu
pertama dengan memilih situasi sosial (place, actor, activity),
b) Kemudian
setelah memasuki lapangan, dimulai dengan menetapkan seorang informan “key
informant” yang merupakan informan, berwibawa dan dipercaya dapat “membukakan
pintu” kepada peneliti untuk memasuki obyek penelitian.
Kemudian peneliti melakukan wawancara kepada
informan tersebut, dan mencatat hasil wawancara yang dilakukan. Setelah itu
perhatian peneliti pada obyek penelitian dan memulai untuk mengajukan
pertanyaan deskriptif, dilanjutkan dengan analisis terhadap hasil wawancara.
Berdasarkan hasil dari analisis wawancara berikutnya peneliti melakukan
analisis domain.
c) Dalam
tahap menentukan fokus (dilakukan dengan observasi terfokus) analisa data
dilakukan menggunakan analisis taksonomi.
d) Dalam
tahap selection (dilakukan dengan cara observasi terseleksi) kemudian peneliti
mengajukan pertanyaan kontras, yang dilakukan dengan analisis komponensial.
e) Hasil
dari analisis komponensial, melalui analisis tema peneliti menemukan tema-tema
budaya. Berdasar pada temuan tersebut, selanjutnya peneliti menuliskan laporan
penelitian kualitatif.
DAFTAR
PUSTAKA
Borba,
Michele. Membangun Kecerdasan Moral; Tujuh Kebajikan Utama Agar Anak
Bermoral
Tinggi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2008.
Ghufron,
M. Nur. ” Hubungan Kontrol diri, persepsi remaja terhadap penerapan disiplin orang
tua dengan prokrastinasi akademik.” Tesis Ilmu Psikologi UGM Yogyakarta, 2003. http://www.damandiri.or.id/file/mnurgufronugmbab2.pdf
Gunarsa,
D. Singgih. Bunga rampai Psikologi Perkembangan; Dari anak sampai usia lanjut. Jakarta:
Gunung Mulia, 2006.
Moleong,
Lexy. Metodologi Penelitian Kualitatif . Bandung: PT. Remaja Rosda Karya, 2002.
Sugiyono,
Metodologi Penelitian kuantitatif kualitatif dan R & D Bandung: Alfabeta,
2006.
PROPOSAL METODOLOGI PENELITIAN KUANTITATIF
HUBUNGAN ANTARA EMOSI DENGAN MOTIVASI BELAJAR SISWA
OLEH
SILVANA MUFIDA
13610010
PRODI PSIKOLOGI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN BUDAYA
UNIVERSITAS GAJAYANA MALANG
BAB I
Kewajiban
seorang siswa yang utama tentunya adalah belajar, kegiatan belajar harus
dilakukan secara terus menerus agar siswa tersebut bisa menjadi siswa yang
berprestasi. Termasuk pula dengan keponakan saya yang berusia 9
tahun, dan masih duduk di kelas tiga sekolah dasar, ia belajar hampir setiap
hari. Ketika ibunya menyuruhnya belajar tetapi saat itu ia sedang sedih atau
marah karena sesuatu ia hanya belajar sekitar 15 menit saja, dan ia hanya
membolak-balik bukunya tanpa membaca atau mengerjakan soal dengan serius.
Tetapi berbeda saat ia sedang merasa senang di hari itu, ia akan belajar dengan
sendirinya tanpa perintah dari orang tuanya, dan ia bisa belajar selama lebih
dari 1 jam. Ia juga bisa mengerjakan banyak soal dan membaca beberapa buku jika
hatinya sedang merasa senang.
Banyak siswa
yang memilki prestasi yang memuaskan karena adanya faktor yang mendorong
seorang siswa ini berprestasi. Manusia akan berbuat sesuatu jika ada faktor
pendorong yang menunjang manusia ini untuk melakukan hal tersebut. Keadaan di
dalam diri individu sendiri akan mempengaruhi proses belajarnya. Meskipun
faktor lingkungan memiliki peranan penting dalam kesuksesan seseorang dalam
proses belajar, faktor internal individu pun juga memiliki peranan yang sama
besarnya dengan peranan lingkungannya.
Belajar adalah
suatu proses usaha yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan
tingkah laku yang relatif menetap, baik yang diamati maupun tidak dapat diamati
secara langsung, yang terjadi sebagai suatu hasil latihan atau pengalaman dalam
interaksinya dengan lingkungan. Beberapa tokoh juga mendefinisikan belajar,
diantaranya adalah Hilgard dan Bower, dalam buku Theories of
Learning (1975) mengemukakan. “Belajar berhubungan dengan perubahan
tingkah laku seseoramg terhadap sesuatu situasi tertentu yang disebabkan oleh
pengalamannya yang berulang-ulang dalam situasi itu, dimana perubahan tingkah
laku itu tidak dapat dijelaskan atau dasar kecenderungan respon pembawaan,
kematangan, atau keadaan-keadaan sesaat seseorang (misalnya, kelelahan,
pengaruh obat, dan sebagainya). Sementara pendapat dari Witherington,
dalam buku Educational Psychology mengemukakan. “Belajar
adalah suatu perubahan di dalam kepribadian yang menyatakan diri sebagai suatu
pola baru daripada reaksi yang berupa kecakapan, sikap, kebiasaan, kepandaian,
atau suatu pengertian”.
Belajar sebagai
proses atau aktivitas disyaratkan oleh banyak sekali hal-hal atau
faktor-faktor. Faktor-faktor yang mempengaruhi belajar itu banyak sekali
macamnya, terlalu banyak untuk disebutkan satu persatu. Sehingga faktor-faktor
yang mempengaruhi belajar dapat diklasfikasikan sebagai berikut:
a. Faktor yang berasal dari luar diri individu (eksternal).
·
Faktor-faktor non-sosial, contohnya: Keadaan udara,
suhu udara, cuaca, waktu (pagi, siang, atau malam), tempat, alat-alat untuk
belajar (alat tulis, buku, dll)
·
Faktor-faktor sosial: adalah faktor manusia (sesama
manusia), baik manusia itu ada (hadir) maupun kehadirannya itu dapat
disimpulkan, jadi tidak langsung hadir, contohnya: kehadiran orang lain yang
tiba-tiba datang saat sedang belajar, banyak orang yang berbicara dengan keras
saat belajar, beberapa orang hilir mudik didepan kita saat belajar, suara lagu
yang kemudian terdengar saat kita belajar.
b. Faktor-faktor yang berasal dari dalam diri individu (internal)
·
Faktor-faktor fisiologis, contohnya tonus jasmani
pada umumnya (keadaan jasmani yang melatarbelakangi aktivitas belajar,
contohnya: nutrisi tubuh, penyakit yang diderita), keadaan fungsi-fungsi
fisiologis tertentu (fungsi-fungsi organ tubuh yang berpengaruh dalam belajar,
contoh: mata, telinga, tangan).
·
Faktor-faktor psikologis, yaitu hal-hal yang
mendorong terjadinya proses belajar itu sendiri, contohnya: adanya sifat ingin
tahu dan ingin menyelidiki yang lebih luas, adanya sifat kreatif yang ada pada
manusia dan keinginan untuk maju, adanya keinginan untuk mendapat simpati orang
lain, adanya keinginan untuk memperbaiki kegagalan, adanya ganjaran atau
hukuman sebagai akhir dari proses belajar.
Keadaan emosi
disaat kita belajar memungkinkan kita bisa atau tidak menjalankan proses
belajar tersebut. Sebagian orang melakukan aktivitasnya jika sedang memiliki
emosi yang baik, sehingga orang tersebut bisa maksimal dalam melakukan
pekerjaannya. Begitu pula dengan siswa, mereka bisa melakukan aktivitas belajar
yang maksimal jika mereka memiliki emosi yang mendukung mereka untuk belajar,
keadaan emosi juga menjadi motivasi mereka untuk belajar. Karena bahwa semua
emosi menurut Goleman pada dasarnya adalah dorongan untuk bertindak.
Jadi berbagai macam emosi itu mendorong individu untuk memberikan respon atau
bertingkah laku terhadap stimulus yang ada. Bagaimanakah hubungan antara emosi
dan motivasi siswa ini lah yang menjadi alasan dilaksanakannya penelitian ini.
Rumusan masalah
dalam penelitian ini adalah bagaimana hubungan antara emosi dengan motivasi
belajar siswa?
Tujuan dari
penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara emosi dengan
motivasi belajar siswa.
Dari penelitian
yang dilakukan diharapkan peneliti dan pembaca bisa memahami bagaimana hubungan
antara emosi dengan motivasi belajar siswa
BAB II
Perbuatan atau
perilaku kita sehari-hari pada umumnya disertai oleh perasaan-perasaan
tertentu, seperti perasaan senang. Perasaan senang atau tidak senang yang
terlalui menyertai perbuatan-perbuatan kita sehari-hari disebut warna efektif.
Warna efektif ini kadang-kadang kuat, kadang-kadang lemah, atau kadang-kadang
tidak jelas (samar-samar). Dalam warna efektif tersebut kuat, maka
perasaan-perasaan menjadi lebih mendalam, lebih luas, dan lebih terarah.
Perasaan-perasaan seperti ini disebut emosi (Sarlito, 1982:59). Di samping
perasaan senang atau tidak senang, beberapa contoh macam emosi yang lain
adalah, cinta, marah, takut, cemas dan benci.
Kata emosi berasal dari bahasa latin,
yaitu emovere, yang berarti bergerak menjauh. Arti kata ini
menyiratkan bahwa kecenderungan bertindak merupakan hal mutlak dalam emosi.
Menurut Daniel Goleman (2002 : 411) emosi merujuk pada suatu perasaan
dan pikiran yang khas, suatu keadaan biologis dan psikologis dan serangkaian
kecenderungan untuk bertindak. Emosi pada dasarnya adalah dorongan untuk
bertindak.
Biasanya emosi merupakan
reaksi terhadap rangsangan dari luar dan dalam diri individu. Sebagai contoh
emosi gembira mendorong perubahan suasana hati seseorang, sehingga secara
fisiologi terlihat tertawa, emosi sedih mendorong seseorang berperilaku
menangis. Emosi berkaitan dengan perubahan fisiologis dan berbagai
pikiran. Jadi, emosi merupakan salah satu aspek penting dalam kehidupan
manusia, karena emosi dapat menjadi motivator perilaku dalam arti meningkatkan,
tapi juga dapat mengganggu perilaku intensional manusia. (Prawitasari,1995).
Beberapa tokoh
mengemukakan tentang macam – macam emosi antara lain Descrates, JB Waston dan
Daniel Goleman.
1. Menurut Descrates, emosi terbagi atas :
a) Desire : hasrat
b) Hate : benci
c) Sorrow :
sedih / duka
d) Wonder :
heran
e) Love :
cinta
f) Joy : kegembiraan
2. Menutur JB Waston, emosi terbagi menjadi tiga yaitu :
a)
Fear : ketakutan
b)
Rage : kemarahan.
c)
Love : cinta
3. Menurut Daniel Goleman, dia mengemukakan bahwa emosi terdiri
dari :
a) Amarah : beringas,
mengamuk, benci, jengkel, kesal hati
b) Kesedihan : pedih, sedih,
muram, suram, melankolis, mengasihi diri, putus asa
c) Rasa takut : cemas, gugup,
khawatir, was-was, waspada, tidak tenang, ngeri
d) Kenikmatan : bahagia, gembira,
riang, puas, senang, terhibur, bangga
e) Cinta : penerimaan, persahabatan, kepercayaan,
kebaikan hati, rasa dekat, bakti, hormat, dan kemesraan
f) Terkejut : terkesiap,
terkejut
g) Jengkel : hina, jijik, muak, mual, tidak suka
h) Malu : malu hati,
kesal
4. Sementara menurut Zulfan Saam, emosi dasar digolongkan menjadi empat
golongan yakni:
a) Emosi senang adalah gambaran rasa senang yang dialami seseorang.
Emosi senang ini terdiri dari misalnya: gembira, bahagia, cinta, suka,
riang, sayang takjub, kagum, dan damai.
b) Emosi sedih adalah gambaran rasa tidak senang yang dialami seseorang.
Emosi Ini seperti: pilu, duka, lara, kecewa, hampa, merana, putus asa, galau,
gundah, frustasi, dan rindu.
c) Emosi takut adalah gambaran rasa tidak senang yang dialami seseorang ,
baik terhadap objek dari luar diri maupun dari dalam diri orang tersebut. Objek
dari luar diri misalnya: takut pada pencuri, takut pada harimau, dan perampok.
Sedang kan rasa takut yang objeknya dalam diri orang tersebut misalnya: takut
tidak lulus, takut berbuat salah, dan sebagainya.
d) Emosi marah merupakan gambaran perasaan terhadap sesuatu objek seperti
peristiwa, perilaku orang, hubungan sosial, dan keadaan lingkungan.
Motivasi
berasal dari kata “motif” yang diartikan sebagai “daya penggerak yang telah
menjadi aktif” (Sardiman,2001: 71). Pendapat lain juga mengatakan bahwa
motivasi adalah “keadaan dalam diri seseorang yang mendorongnya untuk melakukan
kegiatan untuk mencapai tujuan” (Soeharto dkk, 2003 : 110). Sedangkan Definisi
Motivasi Belajar Siswa – Dalam buku psikologi pendidikan Drs.
M. Dalyono memaparkan bahwa “motivasi adalah daya penggerak/pendorong untuk
melakukan sesuatu pekerjaan, yang bisa berasal dari dalam diri dan juga dari
luar” (Dalyono, 2005: 55).
Dalam bukunya
Ngalim Purwanto, Sartain mengatakan bahwa motivasi adalah suatu pernyataan yang
kompleks di dalam suatu organisme yang mengarahkan tingkah laku terhadap suatu
tujuan (goal) atau perangsang (incentive). Tujuan
adalah yang membatasi/menentukan tingkah laku organisme itu (Ngalim Purwanto,
2007 : 61). Dengan demikian motivasi dalam proses pembelajaran sangat
dibutuhkan untuk terjadinya percepatan dalam mencapai tujuan pendidikan dan pembelajaran secara
khusus.
Berbicara
tentang jenis dan macam motivasi dapat dilihat dari berbagai sudut pandang.
Sardiman mengatakan bahwa motivasi itu sangat bervariasi yaitu:
a) Motivasi dilihat dari dasar pembentukannya
·
Motif-motif bawaan adalah motif yang dibawa sejak
lahir
·
Motif-motif yang dipelajari artinya motif yang
timbul karena dipelajari.
b) Motivasi menurut pembagiaan dari woodworth dan marquis dalam sardiman:
·
Motif atau kebutuhan organismisalnya, kebutuhan
minum, makan, bernafas, seksual, dan lain-lain.
·
Motif-motif darurat misalnya, menyelamatkan diri,
dorongan untuk membalas, dan sebagainya.
·
Motif-motif objektif
c) Motivasi jasmani dan rohani
·
Motivasi jasmani, seperti, rileks, insting
otomatis, napas dan sebagainya.
·
Motivasi rohani, seperti kemauan atau minat.
d) Motivasi intrisik dan ekstrinsik
·
Motivasi instrisik adalah motif-motif yang terjadi
aktif atau berfungsi tidak perlu diransang dari luar, karena dalam diri setiap
individu sudah ada dorongan untuk melakukan sesuatu.
·
Motivasi ekstrinsik adalah motif-motif yang aktif
dan berfungsi karena adanya peransang dari luar. (Sardiman, 1996: 90).
Pendapat lain
mengemukakan bahwa dua jenis motivasi yaitu sebagai berikut:
“Motivasi primer”, adalah motivasi yang didasarkan atas motif-motif dasar. Motivasi skunder, adalah yang dipelajari” (Dimyanti dan Mudjiono, 1999:88).
“Motivasi primer”, adalah motivasi yang didasarkan atas motif-motif dasar. Motivasi skunder, adalah yang dipelajari” (Dimyanti dan Mudjiono, 1999:88).
Adanya berbagai
jenis motivasi di atas, memberikan suatu gambaran tentang motif-motif yang ada
pada setiap individu. Adapun motivasi yang berkaitan dengan mata pelajaran,
misalnya pada mata pelajaran Bahasa Inggris adalah motivasi ekstrinsik, dimana
motivasi ini membutuhkan ransangan atau dorongan dari luar misalnya, media,
baik media visual, audio, maupun audio visual serta buku-buku yang dapat
menimbulkan dan memberikan inspirasi dan ransangan dalam belajar.
Dimyanti dan
Mudjiono mengemukakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi motivasi belajar
antara lain:
a. Cita-cita / aspirasi siswa
b. Kemampuan siswa
c. Kondisi siswa dan lingkungan
d. Unsur-unsur dinamis dalam belajar.
e. Upaya guru dalam
membelajarkan siswa. (Dimyati dan Mudjiono, 1999 : 100)
Adapun
penjelasan faktor tersebut adalah:
a. Cita-cita / aspirasi
Cita-cita merupakan satu kata tertanam dalam jiwa seorang individu.
Cita-cita merupakan angan-angan yang ada di imajinasi seorang individu, dimana
cita-cita tersebut dapat dicapai akan memberikan suatu kemungkinan tersendiri
pada individu tersebut. Adanya cita-cita juga diiringi oleh perkembangan dan
pertumbuhan keperibadian individu yang akan menimbulkan motivasi yang besar
untuk meraih cita-cita atau kegiatan yang diinginkan.
b. Kemampuan siswa
Kemampuan dan kecakapan setiap individu akan memperkuat adanya motivasi.
kemampuan yang dimaksud adalah kemampuan membaca, memahami sehingga dorongan
yang ada pada diri individu akan makin tinggi.
c. Kondisi siswa dan lingkungan
Kondisis siwa adalah kondisi rohani dan jasmani. Apabila kondisi stabil
dan sehat maka motivasi siswa akan bertambah dan prestasinya akan meningkat.
Begitu juga dengan kondisi lingkungan siswa (keluarga dan masyarakat)
mendukung, maka motivasi pasti ada dan tidak akan menghilang.
d. Unsur dinamis dan pengajaran
Dinamis artinya seorang individu dapat menyesuaikan diri dengan
lingkungan sekitar, tempat dimana seorang individu akan memperoleh pengalaman.
e. Upaya guru dalam
pengajaran siswa
Guru adalah seorang sosok yang dikagumi dan insan yangt mempunyai
peranan penting dalam dunia pendidikan.
Seorang guru dituntut
untuk profesional dan memiliki keterampilan sehingga bisa meningkatkan motivasi
siswanya.
Para ahli yang
menekuni bidang psikoanalisa percaya bahwa emosi merupakan representasi dari
ketidaksadaran. Emosi atau afek dalam istilah psikoanalisa merupakan mekanisme
mengontrol semua aspek perilaku manusia. Emosi dipercaya sangat dekat
berhubungan dengan dorongan atau motif. Untuk mencapai rasa aman dan
survival, seseorang dilahirkan dengan kapasitas untuk merasa cemas.Untuk
pembiakan, seseorang dilahirkan dengan kapasitas untuk merasakan hasrat seksual
dan kasih sayang.Untuk menghindari situasi tanpa harapan, seseorang dilahirkan
dengan kapasitas untuk merasa tertekan dan menarik diri. Dengan kata lain,
emosi adalah cara bagaimana kebutuhan seorang manusia di penuhi. Kebutuhan
untuk dilindungi, aman, berkuasa, mengontrol, tertarik, dan otonomi diri
dipenuhi melalui emosi-emosi yang muncul. Misalnya kebutuhan berkuasa
memunculkan rasa sombong dan bangga jika sudah berkuasa. Jika belum berkuasa,
mucullah rasa was-was atau terancam pihak yang berkuasa, yang oleh karenanya
mendorong untuk jadi berkuasa.
Sistem
motivasional manusia dipercaya menunjukkan dirinya melalui emosi. Pada saat
sebuah emosi muncul, itulah tanda bahwa motivasi tertentu menjadi aktif pada
saat itu. Misalnya kita merasa lapar, ketika kita menemukan makanan, muncullah
emosi tertentu yang menunjukkan aksesibilitas terhadap makanan itu. Jika
makanan itu berbau dan berbelatung, mungkin muncul rasa jijik sehingga kita
tidak mau memakannya .Jika makanan itu dimakan, muncullah emosi lega kita
mungkin tidak menyadari dorongan, motif atau motivasi kita dalam suatu saat.
Namun demikian adalah nyata bahwa hal-hal tersebut mempengaruhi emosi kita .
Emosi itu
sendiri merupakan motivator utama manusia dalam menjalani hidup. Manusia selalu
berupaya memaksimalkan emosi-emosi yang menyenangkan dan meminimalkan
emosi-emosi yang tidak menyenangkan. Hampir semua kegiatan yang dilakukan
manusia dalam rangka itu. Meskipun tentu saja tidak selalu berhasil. Namun
pasti, itulah yang dilakukan semua orang. Orang bekerja adalah dalam rangka
mendapatkan emosi yang lebih menyenangkan. Orang berharap lebih bahagia jika
berhasil melakukannya. Ratusan bahkan mungkin ribuan kata kata keseharian kita
menunjukkan motif kita.seperti kebutuhan, tujuan, hasrat, keinginan, ambisi,
harapan, lapar, haus, cinta bahkan balas dendam. Sejak jaman kuno, motivasi
dikenal sebagai penentu penting emosi yang tercermin pada
tingkah laku.
Begitu halnya
dengan belajar, seseorang akan melakukan proses belajar maka akan timbul emosi
terhadap apa yang akan ia pelajari. Jika emosi tersebut adalah emosi yang
menyenangkan maka akan timbul keinginan atau untuk melakukan kegiatan belajar,
tetapi jika emosi tersebut adalah emosi yang tidak menyenangkan, maka keinginan
atau dorongan untuk belajar akan berkurang atau mungkin saja bisa hilang.
BAB III
Dari judul
penelitian “Hubungan antara Emosi dengan Motivasi Belajar Siswa”, jenis
variabel penelitian dapat diuraikan sebagai berikut:
a. Variabel
Bebas (x) : emosi
b. Variabel
Terikat (y) : motivasi belajar
·
Emosi adalah suatu perasaan dan pikiran yang khas,
yaitu suatu keadaan biologis dan psikologis yang merupakan serangkaian
kecenderungan untuk bertindak. Emosi pada dasarnya adalah dorongan untuk
bertindak.
·
Motivasi adalah keadaan dalam diri seseorang yang
mendorongnya untuk melakukan kegiatan untuk mencapai tujuan (Soeharto dkk, 2003
: 110). Sedangkan motivasi belajar adalah keadaan di dalam diri
seseorang untuk melakukan proses perubahan tingkah laku baik yang bisa diamati
secara langsung maupun secara tidak langsung.
Populasi adalah sekelompok subjek yang digunakan dalam suatu penelitian.
Untuk penelitian ini akan mengambil subjek siswa SD di kelurahan Merjosari,
Lowokwaru Malang.
Sampel adalah sebagian dari populasi yang digunakan dalam penelitian
atau objek yang digunakan sebagai sumber data. Sampel dari penelitian ini
adalah siswa SD kelas III-VI di SDN. Merjosari 1 Malang dengan jumlah sampel
adalah 120 siswa, setiap kelas hanya diambil sampel sebanyak 40 siswa.
Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah
teknik random sampling, dengan cara mengambil acak siswa dari
kelas III-VI di SDN. Merjosari 1 Malang.
Untuk prosedur
penelitian dalam penelitian yang saya lakukan adalah sebagai berikut:
1. Menyusun skala psikologi yang memuat 15 item pertanyaan berdasarkan
pembagian jenis-jenis emosi menurut pendapat Guleman yang dihubungkan dengan
motivasi belajar.
2. Menguji skala psikologi tersebut terhadap 4 siswa yang terdiri dari
siswa SD kelas III-VI. Setelah skala tersebut memenuhi syarat validitas dan
reliabilitas, skala tersebut akan diujikan pada subjek penelitian.
3. Melakukan kunjungan terlebih dahulu ke SDN. Merjosari 1 Malang untuk
melihat kondisi subjek yang akan diteliti dan meminta kerja sama dari pihak
sekolah.
4. Menentukan waktu yang tepat untuk melakukan penelitian dengan pihak
sekolah.
5. Di waktu pelaksanaan penelitian, skala psikologi diberikan pada
masing-masing kelas, setelah satu kelas itu selesai baru akan dilanjutkan
dengan kelas yang lain.
6. Untuk pelaksanaan tes, administrasi tes akan dibantu dua guru untuk
mengkondisikan siswa.
7. Pelaksaanaan tes dimulai dengan memberikan instruksi pada siswa untuk
menyiapkan alat tulis yang digunakan untuk menjawab pertanyaan yang sudah
disediakan.
8. Sebelum tes berlangsung, siswa akan diberi tahu sekilas tentang isi
skala tersebut.
9. Saat tes berlangsung, siswa akan dipantau dengan cara berkeliling kelas
untuk melihat kondisi subjek dan menjelaskan kembali jika subjek masih bingung
dengan pelaksanaan tes tersebut.
Data yang
digunakan dalam penelitian ini adalah data primer, yaitu data yang diperoleh
langsung dari sumber data. Data penelitian ini akan diambil dengan cara
menggunakan skala psikologi kepada subjek penelitian.
Teknik
menganalisis data yang sudah diperoleh menggunakan analisis statistik
inferensial. Statistik inferensial ini adalah cara menganalisis yang datanya
berasal dari sampel yang mewakili populasi, statistik inferensial digunakan
untuk menganalisis data yang terdiri dari dua variabel atau lebih. Jenis
statistik inferensial yang digunakan adalah uji hubungan/uji korelasi. Uji
hubungan/uji korelasi bertujuan untuk mengukur kekuatan hubungan antara dua
variabel. Uji korelasi yang digunakan adalah milik Karl Pearson, yang biasa
disebut dengan The Product Moment Coefficient Correlation.
Kuat lemah
hubungan antara dua variabel diukur menggunakan jarak 0 sampai dengan 1. Jika
koefisien korelasi ditemukan +1, maka hubungan tersebut disebut dengan korelasi
sempurna atau hubungan linear sempurna dengan kemiringan (slope) positif.
Sebaliknya, jika koefisien korelasi ditemukan -1, maka hubungan tersebut
disebut dengan korelasi sempurna atau hubungan linear sempurna dengan
kemiringan (slope) negatif. Jika terdapat korelasi sempurna tidak perlu lagi
menguji signifikansi antar dua variabel, karena dua variabel diartikan memiliki
hubungan yang sangat kuat.
Untuk
memudahkan menginterpretasikan data yang diperoleh, Sarwono memberikan kriteria
sebagai berikut:
1. Koefisien
korelasi
0 =
tidak ada korelasi antara dua variabel.
2. Koefisien
korelasi 0 – 0,25 = korelasi sangat lemah.
3. Koefisien
korelasi 0,25 – 0,5 = korelasi cukup.
4. Koefisien
korelasi 0,5 – 0,75 = korelasi kuat
5. Koefisen
korelasi 0,75 – 0,99 = korelasi sangat kuat.
DAFTAR
PUSTAKA
Baku, Abu.
2012. Pengertian dan Macam Emosi.
http://abubaku.wordpress.com/2012/10/02/pengertian-dan-macam-emosi/,
diakses pada 22 Mei 2014 13.05
Haryanto.
2009. Pengertian Emosi. ----------- , diakses pada 22 Mei 2014
13.20
Rahma, Sasena.
2012. Motivasi, Emosi, dan Motivasi Belajar.
http://sasenarahmaupdm.blogspot.com/2012/12/motivasi-dan-emosi-dan-motivasi-belajar.html,
diakses pada 30 Mei 2014 10.10
Sarwono,
Jonathan.----------- Korelasi. http://jonathansarwono.info/korelasi/korelasi.html,
diakses pada 13 Juni 2014 07.15
Taufikudin.
2013. Pengertian Motivasi Siswa Menurut Para Ahli. http://taufikudin.wordpress.com/2013/01/10/pengertian-motivasi-belajar-siswa-menurut-para-ahli-definisi/,
diakses pada 22 Mei 2014 13.30
Pada proposal penelitian TKB, menggunakan
metode kuantitatif dengan Teknik Pengumpulan data survey, dengan menyebarkan kuesioner
yang disebarkan dengan pengambilan sampel stratified purpose sampling.
Comments
Post a Comment